Alumnus UKI Santu Paulus Ruteng; Guru di Tanah Rantau

1

Loading


Universitas Katolik Indonesia (UKI) Santu Paulus Ruteng atau yang dulunya dikenal dengan nama STKIP Santu Paulus Ruteng tentunya salah satu perguruan tinggi yang tidak asing lagi di berbagai kalangan masyarakat Flores bahkan masyarakat Nusa Tenggara Timur. Saya jamin, kampus ini memang terkenal di sana. Ehem!

Bukan tanpa alasan saya membuat tulisan yang menyinggung kampus ini, alasan utamanya sa alumni STKIP Kaka, eh alumni UKI Santu Pulus Ruteng. Maklum saja Kaka, zaman sa kuliah dulu kampus ini belum menjadi universitas. Lanjut ke alasan Kaka. Begini, sebagai salah satu alumni UKI Santu Paulus Ruteng tentu saya bangga dengan kampus tercinta ini. Sekitar dua bulan lalu, tepatnya tanggal 26 Mei 2019, saya mendengar kabar Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Santu Paulus Ruteng dan STIKES Santu Paulus Ruteng diresmikan menjadi Universitas. Fix, saya masukkan kabar tersebut ke dalam kategori kabar terbaik mengalahkan kabar rindu dari mantan terindah. Asleee.

Saya hanyalah sebagian kecil dari ribuan alumni yang kini tersebar di daerah Manggarai, setahu saya hampir semuanya sudah bekerja. Walaupun banyak yang bekerja sesuai bidangnya namun banyak juga yang bekerja di luar jalur. Seperti yang kita ketahui lulusan estekip Ruteng harusnya bekerja sebagai tenaga pengajar, namun yang terjadi di lapangan beda jauh. Jauh sekali, sejauh dia yang telah berpaling dari sa.Hehehe. Ya, menurut sa tidak apa-apa, yang penting halal dan menghasilkan uang. Sebab gaji guru honor itu menyedihkan e, sungguh. Hiks.

Sudahlah sudah, sejenak kita melupakan curahan hati tentang gaji guru honor yang menyedihkan. Masih berbicara tentang guru, ada beberapa guru yang menarik perhatian saya. Tentunya guru-guru ini adalah alumnus UKI Santu Paulus Ruteng. Jujur saja, saya tertarik untuk mengenal lebih jauh alumnus UKI Santu Paulus Ruteng yang berani melangkahkan kaki keluar dari Manggarai dan mengabdi sebagai tenaga pengajar di luar daerah, bahkan ada yang sampai ke ibu kota negara, Jakarta.  Hebat! Benar e hebat. Tapi ingat e, bukan berarti yang mengabdi di Manggarai Raya tidak hebat ya guys. Tentu semuanya hebat. Begini e, ko menjadi guru saja sudah pekerjaan yang hebat, apalagi ko punya pekerjaan merangkap jadi guru sekaligus anak rantau. Uiss seni e.. sini e sa peluk.

Langsung saja guys, berikut para pahlawan tanpa tanda jasa yang berstatus anak rantau.

Dimulai dari yang masih dekat dengan Manggarai dulu, ada Pak Guru hitam manis yang bikin enu-enu meleleh Olimpus Dedi Harsali. Pak guru yang biasa disapa Pak Dedi ini mengajar di SMP St. Maria Maumere. Lalu ada beberapa yang mengabdi di Jakarta. Ada Kaka Andreas Alexander Lega mengajar di SD Santu Yakobus Kelapa Gading, Kaka Basilius Harlinta mengajar di Sekolah Yayasan Sang Timur, dan Kaka Emirensiana Yasinta Deo mengajar di SD Maria Immaculata. Ada juga yang mengajar di Cianjur, Jawa Barat yakni Kaka Fransiskus Hardi di SMK Mardi Yuana dan Kaka Idelfonsus Cancang. Bapak dan Ibu guru ini patut kita acungkan dua jempol, sebab meskipun lulusan dari kampus yang berasal dari kota kecil di Flores, mereka mampu menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi guru untuk anak-anak di ibu kota. Dari kampung mencerdaskan anak kota. Keren kan guys? Di sini saya percaya, skill itu tidak memandang orang kota atau orang kampong. Jadi kita yang dari kampong mabok ini, stop minder. Kita bisa. Seperti pernyataan salah seorang Kaka guru yang benar-benar membangkitkan kepercayaan diri saya. Pernyataan belio begini “ Lulusan kita (UKI St. Paulus Ruteng) bisa bersaing. Paling penyesuaian bahasa sa, yang lain itu kita bisa.”

Ditanya tentang seberapa bangga KakaKaka ini dengan almamater tercinta, jawaban mereka sangat mengesankan. Intinya mereka sangat berterima kasih kepada almamater tercinta, terutama karena kampus tempat mereka mengenyam pendidikan S1 memberikan pendidikan dengan ciri khas Katolik yang sangat kental. Dari pengalaman karena sering mengikuti katekese, asistensi natal dan paskah, koor, dan berbagai kegiatan rohani yang lain, sekarang mereka bisa menerapkan hal tersebut di dunia kerja. Ya, betul betul betul. Anak-anak UKI memang terkenal dengan jago baca not, jago mazmur, dan jago dirigen. Pokoknya jago semuanya.

Di sela-sela obrolan santai (via chat) dengan mereka, saya sedikit menyinggung tentang “Mengapa tidak mengabdi di Manggarai tercinta? “ Dengan kata lain, kok kalian malah memilih mencerdaskan anak orang daripada anak sendiri. Jawaban dari mereka semuanya hampir sama. Yah kembali ke masalah kebutuhan hidup. Jujur saja, soal gaji di luar Manggarai lebih menjanjikan. Jadi, mereka juga punya keinginan yang sangat besar untuk mengabdi di tanah kelahiran, namun soal kebutuhan hidup tentunya merupakan suatu rahasia umum, yang tidak mungkin kita hindari. Berjuang sih berjuang, namun berjuang juga perlu makan Bro!

Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada guru-guru hebat yang merupakan jebolan dari Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng. Kalian keren e. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk meladeni saya. Mohon maaf kalau sa telah mengganggu rutinitas Kaka sekalian dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Tetap berjuang dan jangan goyah di tanah rantau. Satu sa pinta, cepat pulang e, saya dan tanah Manggarai Raya rindu.

Penulis: Im Kartini | Tua Panga |

1 thought on “Alumnus UKI Santu Paulus Ruteng; Guru di Tanah Rantau

Tinggalkan Balasan ke Paul Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *