Apa Betul Lagu Maumere Lebih Baik dari Lagu Manggarai?

Dalam beberapa kesempatan, saya sering mendapat keluhan dari teman-teman Manggarai bahwasannya lagu Manggarai tidak lebih baik dari lagu Maumere. Mereka merujuk ke youtube, bahwa lagu Maumere banyak viewers-nya dan lagu Maumere sering viral. Sebut saja lagu Gemu Famire, Dendang Dikideng, Kaka Hitam Manis dan lainnya lagi.
Salah satu dari lagu yang saya sebut di atas bahkan sudah go internasional, artinya penikmati lagu tersebut ada di seluruh pelosok dunia, tidak hanya dalam negeri.
Selain merujuk ke youtube, teman-teman saya yang tadi menyampaikan keluhan, juga memantau playlist lagu setiap kali ada pesta di Manggarai. Menurut pantauan mereka, pesta di Manggarai tidak luput dari lagu Maumere. Sebaliknya, setiap ada pesta di Maumere jarang sekali dibuka lagu Manggarai. Pun kalau ada, pasti pestanya orang Manggarai yang tinggal di Maumere. Heheheheh.
Patut diakui bahwa akhir-akhir ini industri musik Maumere menuju arah yang lebih baik. Kepandaian para musisi untuk menjemput keuntungan di balik pesatnya kemajuan teknologi adalah kuncinya. Band indie dari Maumere lahir hampir setiap tahun, kualitas musik mereka pun tidak diragukan. Dua jempol saja belum cukup untuk memuji kemajuan industri musik mereka.
Hal lain yang patut saya puji dari industri musik Maumere adalah unsur musik etnis yang tetap mereka pertahankan. Kalau teman-teman sempat menyaksikan lagu dari kelompok musik Leis Plang, alat musik yang mereka mainkan adalah musik tradisional warisan nenek moyang orang Maumere. Alat musik boleh ketinggalan zaman tapi kualitas musiknya mampu bersaing dengan musik modern.
Begitu juga musik-musik dari Nyong Franco, Alfred Gare dan musisi lainnya, mereka memadukan unsur musik modern dengan musik etnis sehingga musik Maumere tidak kehilangan identitas. Juga bisa digoyang kanan-kiri sambil berharap kenangan masa lalu jatuh berserakan bersama keringat.
Lalu bagaimana dengan musik Manggarai?
Sebagai orang Manggarai, saya harus jujur bahwa saya kurang suka mendengar musik Manggarai, beberapa tahun terakhir ini.
Industri musik Manggarai memang berjalan di tempat. Bahkan beberapa orang menilai musik Manggarai mengalami penurunan kualitasnya.
Penurunan kualitas musik Manggarai mungkin dikarenakan proses recording yang apa adanya.
Pesatnya kemajuan teknologi juga berdampak pada alat musik yang disebut keyboard. Sekarang, keyboard generasi Yamaha PSR S dan SX sudah bisa mengubah suara analog menjadi suara digital yang kemudian diubah menjadi format WAV bahkan MP3. Produksi lagu sudah sesederhana itu dan kita tidak lagi membutuhkan studio besar seperti dulu.
Beberapa musisi Manggarai yang saya kenal baik yang hanya mengandalkan keyboard dalam merekam lagunya adalah Sius Magung. Kualitas musik Sius Magung tidak boleh diremehkan walau hanya mengandalkan teknologi keyboard.
Lantas, apa alasan beberapa orang menyebut kualitas musik Manggarai mengalami penurunan?
Sebagai penikmat, saya melihat bahwa musisi pemula Manggarai belum terlalu berpikir soal kualitas. Beberapa musisi lebih mementingkan publikasi. Asal lagu mereka sudah dipublish di youtube urusan kualitas, itu belakangan. Kualitas yang saya maksud seperti pemilihan not untuk melodi yang fals, chord yang salah di tengah lagu. vocal yang lebih besar dari musik atau sebaliknya dan hal teknis lain yang sering diabaikan.
Apakah kemudian musik Maumere lebih baik?
Bagi saya, tidak. Musik itu sesuatu yang kompleks. Berbicara tentang musik, berbicara tentang genre, tentang penikmat dan tentang siapa musisinya.
Kalau berbicara musisi, Manggarai justru punya banyak musisi beken yang justru menjadi panutan dari musisi di Flores termasuk Maumere. Penasaran? Nanti akan kita bahas di artikel selanjutnya.
Sebenarnya musik Maumere sama baiknya dengan Musik Manggarai, yang membuat industri musik Maumere selangkah lebih baik dari musik Manggarai adalah kekompakan musisi Maumere. Di Maumere komunitas musisi bahu membahu mendukung musisi yang baru lahir.
Kekompakan ini yang membuat Maumere patut dijuluki city of music