Artis Ibu Kota Beristirahat di Golo Mongkok, Anak-anak Desa Kegirangan

Pada Senin (30/09/2019), senja belum tampak di langit Golo Mongkok, Rana Mese, Manggarai Timur. Bahkan sekadar untuk memamerkan keangkuhannya, ia belum menunjukkan diri sama sekali. Padahal kami mengharapkan kehadirannya untuk ditatap, biar lewat keanggunannya rindu dapat dititip. Eaaa eaaa eaaa.
Anak-anak desa bersahut-sahutan di pinggir jalan. Entah apa yang menyebabkan mereka kegirangan. Pada intinya, mereka sedang merayakan masa kecil, merayakan masa depan. Sementara anak-anak desa yang lain sedang asyik bermain kelereng di pelataran rumah warga. Sesekali mereka akan bersitegang antara satu sama lain, sebab ada kontrak bermain yang dilanggar. Namun ada saatnya juga mereka tertawa terpingkal-pingkal, sebab ada candaan yang mengundang gelak tawa. Hidup memang terkadang seperti kopi, ada manis ada juga pahit. Nikmatilah sebagaimana mestinya.
Rerumputan di pinggir jalan trans Flores terlihat kekuning-kuningan. Pertanda hujan telah lama belum juga turun. Musim kemarau akhir-akhir ini membuat segala sesuatunya kesulitan. Ternak warga seperti; sapi dan kambing turut kesusahan untuk mendapatkan rerumputan yang hijau. Pasokan sayur akhir-akhir ini sukar untuk didapatkan dari ladang sendiri. Ladang warga yang biasanya memberikan stok sayur kini mulai berkurang hasilnya. Dengan terpaksa warga merogoh kocek demi membeli sayur-sayuran yang dijual di pasar.
Debit air irigasi juga tak seperti biasanya. Kini mulai surut. Mau bagaimana lagi, kita tentu tak dapat memaksakan keadaan. Harapan agar debitnya kembali normal didaraskan bersama dengan air yang terus mengalir. Namun tidak ada pilihan lain selain terus menggarap sawah demi dapur tetap mengepul.
Anak-anak desa masih menikmati sore dengan bermain di pelataran rumah salah satu warga. Mereka masih terbuai dengan kesibukkan masa kecilnya. Bagi orang tua wajib hukumnya untuk mendukung seluruh proses baik yang sedang mereka geluti. Sudah menjadi tanggung jawab dari orang tua dalam mendukung tumbuh dan kembang anak-anak mereka.
Sedang asyik menyaksikan anak-anak yang tengah bermain, tiba-tiba gerombolan motor gede (moge) menepi di pinggir jalan, tepatnya di depan SD Golo Mongkok. Konsenterasi kami dialihkan. Pemandangan langka menyaksikan motor gede yang menepi di kampung kecil kami yang menjunjung tinggi toleransi itu pemicunya. Seketika anak-anak yang tadinya bermain di pelataran rumah salah satu warga langsung tumpah ruah ke jalan raya. Kami terbuai dalam menyaksikan pemandangan yang amat langka dalam keseharian kami.
Penunggangnya pun turun dari kuda besi itu sembari membukakan helm. Setelah kami amati, wajah-wajah mereka sungguh tidak asing dalam keseharian anak-anak desa yang jadikan tivi sebagai sumber rekreasi. Mereka yang rata-rata raut wajahnya sering tampil di layar kaca. Nyali kami sedikit ciut. Antara percaya dan tidak percaya, sebab wajah mereka tak pernah muncul di benak kami dapat bertemu secara langsung.
Usai menyakinkan diri bahwa kami tidak sedang bermimpi, kami memberanikan diri untuk bergabung pada tempat mereka berkumpul. Setelah cap-cis-cus dengan mereka, anak-anak desa mulai memberanikan diri untuk meminta foto bersama. Mereka pun dengan senang hati melayani permintaan kami untuk foto bersama. Jepretan demi jepretan dihasilkan. Senyum sumringah dari anak-anak desa terlihat usai mereka layani permintaan untuk foto bersama.
Raut wajah lelah usai lewati bukit dan turuni lembah di daratan Pulau Flores itu jelas terlihat. Tampak Tora Sudiro, Ananda Omesh, Erix Soekamti, Prisia Nasution, David John Schaap, Alitt Shitlicious, Denny Chasmala, Eddi Brokoli, Ferry Maryadi, Imam Darto, Isa Bajaj dan Surya Insomnia bercengkerama satu sama lain. Sementara semangat kami belum surut demi mendapatkan foto terbaik bersama mereka.
Dalam obrolan dengan Ananda Omesh, saya sempat menceritakan kuatnya toleransi di kampung halaman kami. Kami yang hidup bergandengan satu dengan yang lain dalam spirit kebhinekaan. Ia respek saat mendengarnya.
“Itu keren. Kita harus hidup berbarengan dalam warna perbedaan. Sebab, kita negara yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika”, Omesh menanggapi dengan senyumnya yang khas.
Sementara saat berbincang dengan Erix Soekamti yang saat ini merupakan perjalanan kali keduanya di Pulau Flores, saya sempat menyinggung peristiwa saat rombongannya dicurigai sebagai teroris saat berkunjung ke salah satu kampung di Pulau Flores, videonya bisa di cek di kanal Youtube Endank Soekamti. Erix Soekamti merupakan vokalis band Endank Soekamti. Ia sempat tertawa terpingkal-pingkal saat mengenang pengalamannya itu.
“Mereka pikir kami teroris. Padahal kami orang baik-baik. Flores yang indah menjadi alasan untuk kami kembali kunjungi pulau ini”, kenangnya sembari tersenyum.
Hampir sejam lamanya mereka beristirahat. Orang-orang dewasa dan anak kecil masih ramai memadati tepian jalan. Permintaan foto terus hujani orang-orang keren dari mamakota itu. Mereka tidak ogah layani permintaan dari kami untuk berfoto bersama.
Sebagian di antara mereka duduk sembari terus bercengkerama satu dengan yang lain. Mungkin mereka sedang berusaha untuk melupakan trip di Flores yang penuh dengan tantangan dengan jalanan khas yang berkelok. Ada juga anggota rombongan mereka yang keasyikan menikmati bakso Arema yang kebetulan sedang berjualan di tekape.
“Wah, Aremania jualan bakso di Flores. Keren.” komentar Tora Sudiro.
Di akhir pertemuan itu, Erix Soekamti mengundang anak-anak desa untuk mendendangkan yel-yel bersama. Dengan antusias, anak-anak ikut instruksi yang ia buat. Seketika nuansa kembali ramai. Riuh sekali. Senang melihat anak-anak desa yang ramah-ramah menyambut orang-orang keren itu.
Setelah habiskan waktu untuk melepas lelah, mereka pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kota Bajawa, kabupaten Ngada. Lambaian tangan dari anak-anak desa menghantarkan mereka bersama dengan senja yang sudah mulai tampak. Senyum sumringah anak-anak desa iringi perjalanan mereka.
Cerita tentang pertemuan tak terduga itu dibagi saat kuda besi mereka beranjak dari kampung kami. Bisa saja topik pertemuan dengan mereka akan dibagikan selama seminggu kedepan. Tidak apa-apa. Namanya juga anak-anak desa.
Tentu saja usai pertemuan dengan mereka, kami selalu berharap bahwa mereka dapat menceritakan tentang Flores yang baik-baik saja. Tentang alam Flores yang indah. Tentang budaya Nusa Bunga yang magis. Dan, tentang orang Flores yang begitu baik, sebab kita punya tampang saja yang marah-marah, hati mah ramah-ramah. Terima kasih dan respek.
Penulis: Erik Jumpar|Tua Panga|
keren e kesa