Babak Belur Dihajar Tanggal Tua

0

foto dari Pinterest.com ketika Mie menjadi pertahanan terakhir untuk hati dan isi kepala

Loading


Apek Afres|Redaktur

Saya menulis ini ketika habis-habisan dihajar tanggal tua. Maklum saja akhir bulan begini mahasiswa kebanyakkan mengeram dan mengigil sendiri dalam kamar kos, termasuk saya sendiri. Segala sesuatu merasa dibatasi. Dompet dan saldo rekening juga macam jeruk, nipis, eh tipis. Tidak ada cara lain selain bertahan dalam kondisi yang ada. Pergi bertamu ke kos teman juga pikir-pikir. Teman yang lain juga tidak bisa menghindar dari kondisi yang mencekam ini. Tanggal tua memang menyakitkan. Mungkin solusinya adalah “Mari berdoa bersama-sama supaya tanggal tua cepat berlalu.”

Gara-gara babak belur dihajar tanggal tua, memasuki paragraf kedua ini, pikiran saya ikut bingung untuk menulis apa lagi. Sebab, semua orang yang merasakan bagaimana penderitaan gara-gara tanggal tua, tahu apa yang terjadi. Kehabisan air galon, stock beras mulai berkurang, Bapak Kos yang mengetuk pintu setiap pagi untuk menagih uang kos, dan peristiwa mencekam lainnya yang membuat hati dan pikiran kacau balau. Sekilas, tanggal tua menyeramkan, bukan?

Saatnya kita masuk paragraf ke tiga yang membuat saya berhenti berpikir. Jujur saja, sebelum melanjutkan tulisan di paragraf ini, saya masak nasi (masih tersisa dua kilo, yang punya bakat menghabiskan beras silakan mampir), mandi, dan tidur siang dulu. Bangun tidur siang, saya semakin kehabisan ide dan kebingungan melanjutkan tulisan ini. Terpaksa saya tulis saja, seperti kalimat yang teman-teman sedang baca ini. Kalau tidak suka silakan menggeser ke tulisan lain yang lebih menarik di tabeite.com. Saya bebas menyuruh dong, supaya kita sama-sama merasakan rumit dan peliknya tanggal tua. Tanggal yang biasa-biasa saja. Tanggal yang masih dan selalu menggunakan angka, tapi saya selalu dihajar sampai babak belur. Kepikiran. Dari hati sampai isi kepala semuanya kena, tak terkecualikan.

Mari menyimak paragraf ke empat ini. Tidak perlu serius dan fokus, cukup lanjut memaknai tulisan yang sederhana ini. Teman-teman pernah merasa bingung untuk berbuat sesuatu? Saya pernah. Apalagi Ketika perut keroncong senpanjang hari, sendiri dalam kamar kos, chat-chatan kosong, semua hal terasa hambar dan semoga tulisan ini tidak menjadi hambar, walapun saya menulisnya dengan pikiran yang hambar. Saya kehabisan rokok dan kopi Ketika mau menyelesaikan paragraf ini. Ide yang bergelantungan di kepala sesaat pergi tanpa pamit. Tersiksa, menyakitkan, pusing tujuh keliling. Saya memutuskan untuk tidak melanjutkan tulisan ini. Menyerah dengan keadaan sembari menunggu telpon dari orang tua. Soal nomor rekening memang menggembirakan. Kabar baik untuk teman perjalanan saya; dompet.

Keesokan hari, setelah saya memutuskan untuk tidak melanjutkan tulisan ini, saya bangun dengan keadaan tidak menyenangkan. Kok gara-gara tanggal tua saya berhenti menulis? saya duduk di depan kos, panas air pagi-pagi, ambil laptop, dan melanjutkan tulisan untuk paragraf ini. Ssssss, sedap! Minum air panas pagi-pagi menggairahkan. Malas mau beli kopi. Minum teh juga bosan. Begitulah pikiran yang menyenangkan saat tanggal tua. Pura-pura Bahagia. Makanya saya kasih emot love untuk paragraf ini. Menulis dengan pura-pura Bahagia. Saya mulai berpikir keras. Bagaimana cara mengakhiri tulisan ini. Apakah seperti saya yang terjebak dalam “kehambar-hambaran”? atau seperti kamu yang selalu saya tunggu? Atau juga seperti tanggal tua yang mencekam?

Saya semakin semangat untuk menuntaskan tulisan sederhana ini. Kalau teman-teman merasa tulisan ini berguna, maka rezeki berada di tangan teman-teman. Sebelum saya menyelesaikan tulisan ini saya menonton film lama. Judulnya Republik Twitter. Bagi yang sudah nonton Anda pasti menyebut saya ketinggalan. Tidak apa-apa juga. Ini semua terjadi gara-gara tanggal tua yang membuat saya tidak bisa kemana-mana. Fuck tanggal tua. Tanggal tua membuat saya nyaman dalam kos sendiri. Berselancar di Medsos tanpa beban walapun perut lapar. Kasian sekali saya. Sebelum saya menulis yang sembarang dan semakin membingungkan, lebih baik saya mengakhiri tulisan ini. Sampai jumpa di tanggal muda teman-teman. Sampai jumpa dalam perbincangan menarik dengan sebotol Sopi. Saya saya sadar saya semakin babak beluk dihajar tanggal tua. Sekian dulu. Saya pamit dari hadapan teman-teman. Saya balas chatnya pacar dulu (seandainya).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *