Cerita di Balik Berdirinya Tabeite|Sesi 4

Loading


Redaksi

Osth Junas

______________________________________________________________________________

Saya meyakini hampir semua orang tentu mengingat baik kapan ia lahir. Entah berangkat dari cerita kedua orangtua tentang tangisan pertamanya pecah dalam pelukan siapa atau cerita tetangga tentang hari itu, “Kau tidak mirip den kau pu Bapa Mama pu wajah oh!” Bahwa perayaan kelahiran itu mesti dirayakan sebagai ungkapan terima kasih juga melantunkan jutaan harapan untuk hari-hari selanjutnya. Ulang tahun itu identik dengan kado dan tiup-tiup lilin. Perayaan yang begitu mewah bagi seseorang yang merayakan hari kelahiran itu.

Tabeite pun demikian. Hari itu, pagi-pagi sekali, pesan via whatsapp masuk. Tepatnya satu minggu sebelum tabeite itu lahir. Di-lounching, maksud saya. Setelah diskusi panjang, saya akhirnya tidak keberatan untuk bergabung bersama Erik Jumpar, Popind Davianus dan Itok Aman. Menurut Itok, saya orang keempat setelah mereka, lalu disusul oleh Imm Kartini, Doni Jematu, Ican Priyatno, Krisan Roman, dan beberapa lagi di antara kami.

Seperti sedang menunggu seorang putra/putri terbaik yang sangat diharapkan oleh sepasang suami istri yang baru menikah.

“Akan mirip siapa wajah anak itu?” tanya kami dalam pikiran masing-masing.

Kegelisahan mulai datang satu per satu, penuhi isi pikiran kami selama satu minggu itu. Bagaimana tidak, membangun kominikasi via whatsapp group itu tidak mudah. Sungguh mati, itu mirip seperti halnya mencoba meyakinkan inang-amang saat lamar mereka pu anak perempuan, sedangkan kau belum punya cukup pegangan. Pekerjaan tetap atau gelar sarjana yang paling tidak akan memperkuat alasan kau untuk  tetap mati-matian mau bertahan hidup bersama orang lain yang masa lalunya tidak kau tahu secara keseluruhan. Masing-masing orang, ada kecamasan di sana.

Maksud saya, kami juga demikian. Tak punya pegangan yang kuat untuk tumbuh, apalagi memilih hidup dalam lingkaran yang kecil dan  berani menghidupi media di tengah kabar literasi yang tidak menjamin kebelangsungan hidup media ini dengan mulus. Itu memang berat. Tetapi kabar itu seolah tidak kami gubris sama sekali.

“Tentang bagaimana wajah tabeite lahir itu urusan kemudian,” kata Itok Aman pada suatu kesempatan ketika saya tanya lebih jauh apa yang akan kami lakukan setelah media itu di-lounching.

Beragam cerita mulai penuhi chattroom kami dari hari ke hari. Tentang bagaimana literasi di Manggarai Timur suatu saat akan hidup dari mimpi-mimpi kecil sebagai bukti cinta dari para blogger-blogger untuk tanah kelahiran.

Jauh sebelumnya, saya dan Popind Davianus, tuagolo Tabeite, tidak lagi bersua muka setelah berpisah dari asrama berapa tahun lalu. Memilih tidak memberi kabar bukan semata karena unsur kesengajaan. Jujur saja, selain literasi dan tingkat kemiskinan yang lemah, kami di Manggarai Timur juga punya cerita yang sungguh menyayat hati yakni jaringan yang tidak kalah lemah lembut untuk sekadar bertanya kabar. Bagaimana mungkin saya sering-seringan berkabar dengan seorang sahabat lama? Itu sulit benar, coy.

Singkat cerita, kami bergabung dalam satu keluarga baru berangkat dari status yang berbeda. Baik Erik Jumpar, Itok Aman, Popind Davianus, dan Imm Kartini yang juga sebelumnya pernah berada dalam satu rumah bersama saya di “Komunitas Penulis Muda”.

Di dalam rumah yang baru ini, kami memulainya dari awal. Banyak hal yang kami alami sebagai suatu keluarga besar. Layaknya orangtua dan anak, kakak dan adik kami, kadang menemukan satu perbedaan yang sulit untuk disatukan. Atas dasar perbedaan itu, rasa saling memiliki pun mulai tumbuh setiap hari. Tapi tak dapat dimungkiri, beberapa dari kami memilih pergi setelah tak lagi nyaman berada dalam rumah yang sama. Itu hal biasa menurut saya.

Tentang tebeite.com yang lahir di ruang sempit “konteks Manggarai Timur” dan mimpi-mimpi yang terus kami rangkai sudah sedikit menemukan titik terang. Hingga saat ini, kami tetap merangkai mimpi-mimpi kecil itu agar tumbuh menjadi besar, tentunya. Pun mereka yang pernah hidup serumah, kelahiran tabeite.com juga mengajak kita untuk berani merangkai mimpi-mimpi baru yang lain. Melaju sampai jauh, berjalan terus ke depan.

Terima kasih, semoga kita lekas jumpa kembali. Tabeite.com, selamat ulang tahun. Panjang umur literasi.

1 thought on “Cerita di Balik Berdirinya Tabeite|Sesi 4

  1. ATTN: tabeite.com / Tabeite – Kami Menulis apa yang bisa Kami Tulis WEBSITE SOLUTIONS
    This notification RUNS OUT ON: Apr 18, 2020

    We have actually not obtained a payment from you.
    We’ve tried to contact you but were incapable to reach you.

    Please See: https://bit.ly/2VerxSn ASAP.

    For details and also to make a discretionary settlement for services.

    04182020101143.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *