Cerita Tentang Kampung Penyu di Lembor Selatan

 380 total views,  1 views today


Bung Dill | Redaksi

Desa Nanga Bere merupakan salah satu desa di Kecamatan Lembor Selatan. Bagian selatan wilayah itu menjadi Kawasan konservasi perairan nasional atau dikenal dengan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu. Pada bagian lain membentang pantai yang asri yang dipagari pepohonan yang rindang.

Tidak seperti Labuan Bajo, Nanga Bere belum banyak dikenal orang. Akses ke lokasi ini masih terbilang sulit dan terbatas. Moda transportasi yang bisa dipakai untuk mengakses lokasi ini hanyalah kapal laut dan oto kol. Kendala akses ini disebabkan infrastruktur jalan yang belum beraspal.

Kendati belum populer, siapa sangka pantai di sana menjadi salah satu lokasi persinggahan penyu untuk bertelur. Setiap tahunnya belasan hingga puluhan sarang telur ditemukan di sekitar pantai. Sejak dikenal sebagai daerah pendaratan penyu, masyarakat mempunyai kebiasaan mengambil telur dan daging penyu untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan secara bebas. Hal tersebut terjadi karena masyarakat belum menyadari dampak negatif dan status biota laut tersebut.

Penyu merupakan biota laut yang dilindungi karena keberadaannya terancam punah. Perlindungan didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa, baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya dan Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Hayati serta ekosistemnya.

Namun, kegiatan eksploitasi itu berubah seiring berjalannya waktu. Sejak 2017 kegiatan eksploitasi mulai dihentikan karena kehadiran kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) di tiga anak kampung dalam wilayah tersebut. Kini di lokasi yang sama, masyarakat melakukan swadaya pelestarian penyu lewat penangkaran semi alami. Jenis penyu yang berkembang biak di sana antara lain; Penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu Pipih (Natator depressus). 

Pembentukan kelompok ini merupakan salah satu langkah masyarakat dalam mendukung keberadaan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut sawu. Kelompok ini dibentuk atas kesadaran masyarakat Desa Nanga Bere tentang lingkungan dengan agenda  “Nempung Cama Riang Tacik” yang membahas tentang isu-isu lingkungan.

Abdul Karim merupakan ketua Pokmaswas Bangko Bersatu yang beranggotakan 15 orang. Sejak 2017 telah mendedikasikan sebagian waktunya untuk kegiatan pelestarian penyu. Abdul tertarik dalam kegiatan pelestarian ini setelah mengikuti pelatihan di salah satu hotel di Kota Kupang. Ia mendapat inspirasi dari peserta yang sejak lama melakukan kegiatan pelestarian penyu. Pesan peserta tersebut yang masih terngiang di kepala Abdul: “jagalah penyu karena ini merupakan salah satu satwa yang memberi pengaruh baik untuk laut. Penyu akan menyedot limbah pabrik yang mencemari laut kita. Persiapkan hal itu sebelum daerah kita berkembang menjadi daerah perkotaan.”

Pelestarian penyu di Pantai Kampung Bangko, Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat tetap berjalan meski tak ada bantuan anggaran untuk pengelolaan baik dari pihak terkait atau pemerintah.

Meskipun menjalani pelestariannya sebagai relawan, Abdul tidak patah semangat dan terus belajar secara otodidak berbagai hal seputar penyu. Kendati tak mendapat keuntungan finansial dari pelestarian penyu bahkan harus mengeluarkan biaya pribadi, Abdul percaya dengan menjaga makhluk hidup manusia akan mendapatkan kebaikan.

Pada 2021, Abdul mendapat dukungan dari kelompok kaum muda berupa bangunan penangkaran permanen guna mendukung kegiatan pelestarian. Kehadiran kelompok kaum muda memberi sinyal baik untuk keberlanjutan kegiatan ini. Selain membangun sarana pendukung, kelompok kaum muda ikut terlibat dalam kegiatan monitoring hingga pelepasan tukik ke laut.

Pelepasan Tukik di Pantai Kampung Bango

Keterlibatan  orang muda  dalam kegiatan pelestarian penyu di Desa Nanga Bere memberi warna baru. Mereka menamakan diri Ikatan Pemuda Peduli Konservasi (IPPK) yang berdiri sejak 2021. Kehadiran kelompok kaum muda ini didasari kepedulian terhadap ekosistem laut. Kepedulian ini sering mereka kampanyekan lewat media sosial.

Mereka juga berupaya mencari dukungan dana untuk melengkapi sarana dan prasarana dari berbagai pihak. Kerja mereka ternyata mendapat dukungan dari Pertamina Foundation melalui program CSR dan dukungan dari Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang lewat kantor wilayah kerja Manggarai.

Penyerahan Bantuan dari BKKPN Kupang

Sejak terbentuknya kelompok kaum muda ini, beberapa mahasiswa sudah berkunjung ke pusat pelestarian di Kampung Bangko yang dikenal dengan sebutan Beo Lejong Penyu (kampung/tempat persinggahan penyu). Ada yang ikut terlibat dalam kegiatan monitoring, pemindahan telur hingga pelepasan tukik.

Selain itu, kegiatan edukasi tentang penyu kepada anak sekolah juga dilakukan. Mereka diperkenalkan sejak dini tentang pentingnya menjaga ekosistem laut. Kegiatan edukasi dilakukan dengan metode yang menyenangkan agar anak-anak paham.

Menjadi catatan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat memang membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran. Tidak semua masyarakat langsung menerima dan memahami tujuan kegiatan sehingga diperlukan pendekatan yang intens dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.