Dear; Kaum yang Suka Memeleset Korona Menjadi Dorona. Tidak Lucu Tahu!!

Loading


Haeryantho|Kontributor

Belakangan ini media-media daring, khususnya media-media sosial, acapkali menyajikan pelbagai berita  yang sedang hangat dalam kehidupan bermasyarakat. Isu yang beredar amat beragam dan variatif, mulai dari yang paling serius dan sesuai fakta, hingga ke berita-berita kacangan-hoax yang hanya mencari sebanyak mungkin jempol dan jumlah share.

 Awalnya saya merasa biasa-biasa saja atau cukup ‘skeptis’ karena saya menerapkan dikotomi yang digunakan oleh para filosof Stoa yang menyatakan bahwa “ada hal-hal yang tergantung pada kita atau di bawah kendali kita dan ada hal-hal yang diluar kendali kita atau tidak bisa kita tidak terima”. 

Dalam hal ini, bagi saya berita-berita atau sesuatu yang disajikan orang melalui media itu, entah benar atau tidak, tidak bisa saya ubah atau lebih jelasnya mau tidak mau saya terima dan mungkin jalan keluarnya abaikan saja. Namun ketika tulisan-tulisan yang berseliweran di berbagai akun medsos atau pun media online lainnya mulai menyentuh soal Virus Korona (Covid-19) yang tengah menjadi perhatian dunia dan malahan telah menyebabkan kematian ribuan orang, tangan saya mulai gatal untuk menulis uraian singkat ini.

Salah satu tulisan yang menjadi sorotan saya ialah tentang pelesetan yang dibuat beberapa pengguna akun Facebook yang ramai-ramai menuliskan kata dorona. Setelah saya coba cermati kata ini ternyata merujuk pada bentuk pelesetan dari Corona yaitu virus yang tengah melanda dunia saat ini. Dorona adalah gabungan dari dua kata dalam Bahasa Manggarai yakni kata ‘do’ yang berarti banyak dan ’rona’ yang berarti suami.

Secara harafiah kata dorona ini berarti bersuami banyak atau memiliki banyak suami. Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud menjelaskan lebih jauh tentang dorona ini ataupun mencoba mencampuri urusan mereka yang menuliskan bahkan mungkin mewujudnyatakan hal ini (tidak merujuk pada pribadi mana pun).

Fokus utama yang hendak saya sentil ialah kekeliruan di balik pembuatan pelesetan itu. Berdasarkan refleksi singkat, saya menemukan bahwa pelesetan itu mengandung suatu penyepelean- dan ini adalah kekeliruan besar- terhadap adanya wabah atau virus korona yang hingga kini penyebarannya telah menjangkau negara di belahan dunia termasuk Indonesia.

Penyepelean ini menurut saya disebabkan oleh dua hal yang sekirannya penting yakni, penyepele belum memahami pengaruh buruk korona secara utuh dan tergerusnya sikap bela rasa terhadap para korban Covid-19, sebuah kegelapan sisi kemanusiaan.

Yang biasa menyepelekan masalah besar ini adalah mereka yang belum mengetahui secara utuh pengaruh buruk wabah korona. Dan minimnya pengetahuan adalah biangnya. Padahal bagi mereka yang tengah berada di wilayah yang terdampak korona, wabah ini merupakan sesuatu yang menakutkan dan membahayakan karena dapat menyebabkan kematian. Selain itu, wabah yang telah WHO tetapkan sebagai pandemik membikin kehidupan sosial menjadi rapuh, di mana setiap orang tidak lagi berada dalam kebersamaan dengan yang lain. Masing-masing orang menjauhkan diri dari yang lain karena takut ketularan.

Di Indonesia misalnya, sejumlah daerah telah menerapkan sistem lock down dan yang paling nampak dari pemberlakuan sistem ini ialah ditutupnya sejumlah fasilitas umum seperti bandara dan pelabuhan, tempat-tempat rekreasi dan diliburkannya sekolah maupun kampus-kampus yang ada, selama empat belas hari dan bahkan ada beberapa tempat yang di tutup untuk waktu yang tidak ditentukan.

Selain itu, masing-masing anggota masyarakat juga dihimbau untuk tidak keluar rumah atau pun melakukan perjalanan tertentu.  Bagi saya, pemberlakuan sistem ini tentu saja membawa dampak positif yakni wabah ini mungkin bisa dibendung atau singkatnya langkah ini adalah bentuk pencegahan dan dukungan yang nyata dari pemerintah agar warga negara Indonesia tidak menjadi korban Korana. Namun, seperti dorona yang adalah penyakit sosial yang menyebabkan polemik bahkan mungkin melibatkan pengadilan, Corona yang adalah penyakit fisik juga akan membawa dampak yang jauh lebih buruk bagi kehidupan sosial yakni pemberlakuan lock down akan memunculkan tindak kejahatan dan mematikan usaha kecil masyarakat.

Munculnya kejahatan ini misalnya karena masyarakat akan sampai pada suatu titik di mana ketersediaan bahan makanan akan habis sehingga jalan keluar yang memungkinkan adalah dengan merampok: dari pada mati kelaparan. Sedangkan matinya usaha kecil terjadi karena masyarakat telah menaruh stigma buruk terhadap barang tertentu yang dijual dan takut ketularan, maka mereka tidak lagi membeli atau memesan makanan dari luar. Mungkin ini analisis kacangan yang nantinya tidak terbukti, tetapi tiap kebijakan selalu mengandung dua hal yakni keuntungan dan risiko yang ditanggung.

Kedua, tergerusnya sikap bela rasa terhadap para korban Covid-19, sebuah kegelapan sisi kemanusiaan. Pelesetan yang dilakukan entah itu bermaksud atau tidak, sekilas dapat dimengerti bahwa mereka yang melakukannya tidak perduli dengan para korban wabah Korona yang semakin banyak. Ketidakpedulian ini dapat diartikan sebagai hilangnya atau gelapnya sisi kemanusiaan, sehingga sesuatu yang menakutkan bagi yang lain menjadi bahan lelucon bagi segelintir orang. Orang yang melakukan pelesetan ini mungkin saja aman terhadap ancaman virus ini, namun mereka lupa bahwa lelucon yang dibuatnya adalah kekeliruan besar yang menunjukkan bahwa sikap simpati dan empatinya telah hilang, demi mencaari sensasi dan puluhan komentar di dunia maya.

Uraian singkat tentang pelesetan ini secara keseluruhan hanya mau menunjukkan bahwa pelesetan yang dilakukan adalah kekeliruan. Karena itu, hendaknya pelesetan yang seperti itu tidak lagi dibagikan di media manapun. Adapun hal yang kita lakukan saat ini seharusnya ialah meneruskan atau menuliskan berita-berita benar terkait isu yang ada terutama tentang Korona agar semua pihak dapat waspada dan setidaknya apa yang kita bagikan menjadi semacam sosialisasi yang dapat menyelamatkan populasi kita sebagai manusia yang menempati sisi seisi dunia. Selain itu, kita juga di ajak untuk menulis sesuatu yang memberikan kekuatan bagi penderita wabah ini, agar mereka lekas bangkit dan bersama dengan yang lain membangun dunia yang seperi bagaimana yang diharapkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *