Di Surabaya Belajar Statistik, Di Ruteng Jualan Ayam Geprek. Ah Sanly!!

8

Ruangan minimalis dengan pilihan warna yang tidak mencolok membuat nyaman pengunjung

Loading


Popind Davianus|Redaksi

Sore itu Sanly nyaris menutup warungnya setelah seharian cape bekerja. Karena kedatangan saya, warung itu, pintunya tetap dibuka, hanya orderannya ditutup. Setelah helm dan masker saya tanggalkan, aroma kopi mencuat, menembus tirai pembatas dapur dan ruang makan di warung itu.

Dalam perjumpaan kali ini tidak ada jabat tangan, cipika-cipiki apalagi, hanya saling menundukkan badan, tanda penghormatan kepada tuan rumah, sebaliknya kepada tamu yang bertandang ke warung Ayam Geprek Millenial.

Belum sempat pantat menyentuh kursi, seorang pemuda lainnya bernama Rizal, membuka tirai sambil menenteng dulang kopi di tangan kanannya.  Nikmat sekali, kopi Manggarai Timur menjadi penangkal dinginnya kota Ruteng.

Belum setengah kopi itu kami reguk, Rizal datang lagi, kali ini bukan dulang yang ia tenteng melainkan botol. Isinya bukan air biasa melainkan sopi. Yang ketika diminum, dingin di mulut, panas di tenggorokan. Jika diminum melebihi batas wajar, bisa puyeng juga. Tuhan, indah sekali, pertemuan dua alumnus Surabaya sore itu.

Sanly merupakan senior saya di Surabaya. Kuliahnya nyaris satu dekade lamanya. Saat pertama kali Sanly ke Surabaya, saya belum SMA. Saat saya sudah di Surabaya, Sanly belum selesai juga. Sanly benar-benar setia menjadi donatur bagi kampusnya. Hehehehe

Tetapi itu hanya cerita masa silam. Lain dulu, lain sekarang. Bahkan jika tidak melalui masa blunder  kuliah, mungkin lain pula cerita tentang Sanly hari ini. Ide merintis usaha Ayam Geprek justru lahir dari pengalaman kuliah sambil kerja di Surabaya.

“Karena waktu itu saya kuliah lebih dari waktu normal, orangtua memutuskan untuk tidak mengirim uang lagi. Dari saat itulah saya menyambung hidup dengan cara bekerja apa saja termasuk kerja di restoran”

Alih-alih ijazah adalah modal kuat untuk memperoleh pekerjaan di pelbagai instansi atau perusahaan, Sanly justru menabrak cara pandang demikian. Sebagai sarjana statistik lulusan salah satu kampus swasta di Surabaya, Sanly lebih memilih merintis usaha sendiri dan menjadikan dirinya sendiri sebagai bos.

“Saya belum pernah melamar di BPS atau lembaga sejenis. Tahun lalu sempat punya niat untuk ikutan tes PNS. Semua berkas sudah saya kirim, tetapi karena tesnya di Kupang, saya pun memilih untuk mundur, karena biaya ke sana tidak sedikit”

Berkat niat menjadi PNS runtuh di tengah jalan, Sanly pun memilih untuk membuka warung Ayam Geprek. Pengalaman 5 tahun bekerja di dua restoran berbeda di Surabaya meyakinkan Sanly untuk membuka usaha tersebut di Manggarai, tepatnya di Carep, Ruteng.

Karena setiap niat merintis usaha harus didukung dengan modal, ketika itu Sanly pun gelisah. Sebagai lulusan baru, Sanly tidak memiliki modal sepeserpun, bahkan untuk membeli bensin sepeda motornya saja, Sanly harus mengemis kepada orangtuanya.

Sial apa e Pop, kudu weli bensin kaut du itu, tegi one agu kraeng tua, hahahaha. Apan kole  ngo tes lau Kupang itu,” sambung Sanly sambil berusaha meneguk sopi di genggamannya.

Menyadari dirinya tidak memiliki modal, Sanly pun memilih  membantu orangtua di Kampung untuk hidup bertani. Selama bertani, kemaunya merintis usaha semakin meronta-ronta. Hingga pada suatu hari, Sanly memberanikan diri menyambangi rumah kerabatnya untuk meminjam uang sebagai modal usahanya. Setelah berhasil mendapatkan pinjaman, Sanly bergegas ke Ruteng untuk memulai usahanya.

Karena modal awal saat itu masih kurang, Sanly hanya mampu menyewa rumah di Carep sebagai dapurnya saja. Dari dapur itu lah asap mengepul sebagai tambahan modal di hari-hari berikutnya. 

“Karena modal awal kurang, jadi waktu itu dapur saja yang ada, sistem penjualannya COD. Pesan di WA, Facebook, SMS, atau telepon. Lalu, kami antar ke pemesan dan bayar di tempat”

Walaupun demikian, pendapatan di 3 bulan awal sejak berdirinya Ayam Geprek Millenial cukup meyakinkan Sanly bahwa keputusan yang diambilnya berada pada jalur yang benar. Berkat kerja kerasnya untuk mempromosi jualannya itu, dalam 3 bulan awal Sanly sudah bisa mempekerjakan satu karyawan dan melunasi uang pinjaman sebagai modal awal tadi.

“Omzet perhari di bulan-bulan awal, bersih 500 ribu, itu kalau dirata-ratakan. Tetapi belum sempat ditabung, pandemi covid 19 datang. Jadi seperti mulai dari awal lagi,” sambung Sanly yang sudah tidak mau lagi meneguk sopi di gelasnya.

Pandemi covid 19 memang berimbas pada semua sektor, tak terkecuali orang-orang seperti Sanly yang baru merintis usaha. Setelah keasyikan memperoleh pendapatan yang besar, serentak pandemi menghalangnya.

Walau demikian, dalam usia yang ke-7 bulan Ayam Geprek Millenial sudah membangun warung bagi pelanggannya. Warung itu berlokasi di Pa’ang Carep, Ruteng. Selain menerima pesanan COD, Sanly sengaja membuka tempat tersebut untuk mereka yang kesulitan memesan makanan lewat handphone. Selain itu Sanly juga memberi kesempatan kepada pengunjung untuk merasakan sensasi makan di dekat dapur pengolahan makanan. Aroma bumbu racikannya yang khas akan menambah nafsu makan para pengunjung. Belum lagi desain ruangan minimalis dengan pilihan warna tembok yang tidak mencolok tentu menambah keteduhan hati para pengunjung.

 Di Warung tersebut, Sanly mempekerjakan dua karyawan dengan upah 1 juta per orang. Kedua pekerja tersebut adalah generasi Millenial, tentu sesuai dengan nama usahannya Ayam Geprek Millenial. Dalam masa new normal ini mereka sudah mulai bekerja seperti semula. Pesanan mulai meningkat lagi, baik dari dalam kota Ruteng maupun dari Manggarai Timur dan Manggarai Barat. Pelanggan yang datang langsung ke warung juga semakin hari semakin bertambah jumlahnya.

“Semakin banyak pendapatan, maka semakin besar pula gaji yang akan saya berikan kepada dua adik yang membantu saya ini. Semacam insentif begitulah”

Sanly merupakan anak muda pekerja keras. Ketika usahanya semakin berkembang, entah bagaimana keadaan ijazahnya di dalam lemari. Semoga belum dimakan rayap.

8 thoughts on “Di Surabaya Belajar Statistik, Di Ruteng Jualan Ayam Geprek. Ah Sanly!!

  1. Sukses selalu bro. Sebagai orang muda, ite sama-sama berjuang mengubah mindset asekae Manggarai Raya bahwa sukse tidak selamanya berseragam “khaki”🙏🙏

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *