Johnny G. Plate, Seminari Pius XII Kisol dan Wartawan yang Biasa-biasa Saja

17

Tampak depan Kapela Seminari Pius XII Kisol. (foto; dok. pribadi)

Loading


Apri Bagung II Redaktur

Beberapa hari terakhir masyarakat Manggarai dihebohkan oleh kabar yang datang dari ibu kota. Salah satu putra terbaik yang konon dibanggakan oleh orang Manggarai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi anggaran proyek BTS.

Sekadar untuk diketahui, Johnny Plate adalah kakak kelas saya. Beliau pernah ditempa di lembaga pendidikan calon imam, Seminari Pius XII Kisol. Kabarnya Johnny Plate hanya mampu menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama saja di Seminari Kisol. Kemungkinan besar ia tidak mampu menembus proses seleksi masuk SMA Seminari Pius XII Kisol.

Saya belajar di Seminari Kisol selama lima tahun. Tiga tahun di SMP dan dua tahun di SMA. Kalau Anda berpikir bahwa dalam hal ini Johnny Plate tidak lebih hebat dari saya, kamu tentu benar. Itu sah-sah saja. Toh, saya berhasil lolos seleksi masuk SMA sementara dia tidak demikian.

Awalnya saya tidak begitu kaget ketika mendengar kabar bahwa Johnny Plate ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Korupsi bukan barang baru di negeri ini. Kalau koruptor adalah tikus maka Indonesia adalah sarang tikus. Tak terbilang banyaknya orang berdasi yang menyelipkan uang rakyat ke dompet pribadi.

Ketika sedang asyiknya berselancar di media sosial, saya dikagetkan oleh salah satu pesan yang masuk di grup WhatsApp mantan seminaris. Seorang kawan saya membagikan sebuah foto tangkapan layar dengan pesan singkat yang bunyinya kurang lebih demikian “Bagaimana tanggapan teman-teman sekalian terkait berita ini?”

Grup yang tadinya sepi mendadak ramai. Berbagai komentar kemudian bermunculan. Membaca judul berita pada foto tangkapan layar tersebut saya kemudian merasa betapa tidak berkualitasnya judul berita ini. Setidaknya ada dua berita yang ditulis dengan judul remeh temeh.

Judul berita pertama yakni “Siapa Bilang Alumnus Seminari Pasti Kelakuan Baik: Lihat tuh Johnny G Plate, Terlibat Korupsi Malah Tersenyum”. Sekilas judul berita pertama ini terlalu bombastis. Judul berita tersebut dibuat demikian sehingga tampak sangat seksi, boleh dibilang orientasi medianya menulis berita dengan judul yang demikian ialah bagaimana agar berita tersebut diklik oleh sebanyak mungkin pembaca.

Sangat disayangkan, demi mendapatkan klik yang banyak wartawannya rela menelanjangi diri. Menulis berita yang secara gamblang menampilkan keterbatasan pengetahuannya seputar dunia jurnalistik. Wartawannya menulis seperti tidak paham bahwa dengan menulis berita itu, ia sesungguhnya tengah melanggar pasal pertama dan pasal kedua kode etik jurnalistik.

Pasal pertama berkaitan dengan penulisan berita yang akurat, berimbang dan tidak beriktikad buruk. Membaca judul berita yang ditulis oleh wartawan ini, sangat kentara iktikad buruk di balik penulisannya. Seminari seolah tengah disudutkan. Dengan kata lain, iktikad buruk penulisan berita tersebut yakni menyudutkan lembaga pendidikan calon imam Seminari Pius XII Kisol.

Pasal kedua menitikberatkan profesionalitas seorang wartawan dalam menggeluti profesinya. Seorang wartawan dituntut untuk selalu bersikap profesional. Bersikap profesional salah satunya dengan tidak menulis berita yang click bait. Selain itu, berita yang ditulis oleh seorang wartawan harus berimbang dan tidak menyudutkan pihak tertentu.

Tak lama berselang, satu kawan lainnya juga mengirimkan sebuah foto tangkapan layar. Lagi-lagi, foto tangkapan layar tersebut memuat judul berita yang bombastis. Pada foto tangkapan layar yang kedua, judul beritanya kurang lebih seperti ini: “Politisi NasDem Asal Manggarai NTT Eks Seminari Kisol Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Nilainya Fantastis”.

Jujur, saya sangat prihatin dengan wartawan yang menulis dan editor yang menggawangi berita sebelum dipublikasi. Beberapa paragraf terakhir pada kedua berita tersebut persis sama. Sama-sama mengundang klik dari pembaca.

Saya tidak tahu pasti perihal di mana wartawan dan editor memelajari jurnalistik. Saya penasaran ilmu jurnalistik seperti apa yang mereka pelajari. Pasalnya, kelayakan berita yang telah diproses di dapur redaksi mereka patut dipertanyakan. Mereka memanfaatkan popularitas Seminari Kisol untuk mendapatkan pembaca yang banyak sehingga trafik media meningkat. Sebenarnya hal itu sah-sah saja selagi berita yang disajikan tidak menyudutkan Seminari Pius XII Kisol.

Pada intinya, wartawan yang menulis berita receh adalah wartawan yang biasa-biasa saja. Pengetahuannya tentang jurnalistiknya mungkin biasa-biasa saja. Pengalamannya dalam dunia jurnalistik juga biasa-biasa saja. Sebenar-benarnya seorang wartawan adalah yang memahami dan mematuhi kode etik jurnalistik bukan yang tunduk pada klik, dalam artian tidak menulis berita dengan orientasi untuk mendapatkan klik sebanyak mungkin.

17 thoughts on “Johnny G. Plate, Seminari Pius XII Kisol dan Wartawan yang Biasa-biasa Saja

  1. Mantap kae sebuah argumen yang tidak biasa-biasa saja mampu dinarasikan dengan nada retoris yang tepat sasar pada media kurang berbobot yang mau dicap “Top”.

  2. Saya sebagai alumnus SANPIO merasa prihatin dengan berita yg begitu menyudutkan almamater. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa ini adalah ironi kehidupan.
    Pelajarannya adalah yuk kita para Alumnus untuk menjaga setiap langkah hidup kita, jangan sampai tindak tanduk kita pada akhirnya dijadikan jembatan bagi pihak pihak tertentu untuk menjatuhkan nama almater kita.

  3. Saya suka ulasan Bapa Apry Bangun. Mksh Bapa. Berani saya katakan ini wartawan abal2. Apa bedanya dgn korupsi uang jika justru anda pemuat berita sendiri sebenarnya slh satu koruptor dgn menciptakan opini tanpa dasar hanya krn ingin di klik banyak lalu dpt fulus? Apa almamater dijadikan kambing hitam hanya krn kekeliruan pribadi? Jgn terlalu naif. Wartawan jago adu domba model spt ini

  4. Bagaimana dengan Alumni2 pondok, apakah tidak ada yg korupsi? Bgmn dengan korupsi uang haji? Siapa yang melakukannya?

  5. Mengapa jadi gambar gereja ikut terpampang karena kelakuan koruptor. Mengapa tidak menonjolkan tempat ibadah agama lain ketika dana haji dikorupsi. Atau menteri agama korupsi tonjolkan lah agama nya… Pertanyaan… DIMANAKAH HATI ANDA WARTAWAN…

  6. Tolong jangan mengaitkan almamater dgn kelakuan oknum koruptor. Itu bukan kesalahan lembaganya

  7. Itulah perjalanan hidup seorang.hari ini baik, besok TDK baik.untuk apa ditanggapi tulisan bodoh wartawan itu. Bagi sy ini merupakan perefeksian bagi diri kita masing- masing

  8. NAMANYA JUGA WARTAWAN, PASTI INGIN TULISANNYA DIBACA BANYAK ORANG.
    SEKARANG “SEMINARI” TERSENGGOL.
    SEBELUMNYA “PONDOK PESANTREN”.
    JADIII, DITEMPAT PENDIDIKAN YG BERBASIS AGAMA, TETAP SAJA ADA ORANG YG TIDAK BAIK. KITA YG KRISTEN/PENGIKUT TUHAN JESUS, TIDAK PERLU TERSINGGUNG. KARENA KITA SEMUA TAU, YUDAS YG BARENG2 TUHAN JESUS , BISA BERBUAT TIDAK BAIK TERHADAP GURUNYA….

  9. Saya pada posisi tidak membela koruptor, tetapi ketika tulisannya kurang bermutu dan melanngar kode etik jurnalistik, patut di kritisi biar tidak sekedar menulis. Dan penulis tidak di anggap sebgai orang yang sedang sakit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *