Kaka Nduk dan Asap Knalpot Beraroma Rindu

0

Loading


“Selamat malam kaka Nduk, kalau ada waktu main lagi ke rumah e”

Setelah mengirim pesan kepadanya, ada sedikit perasaan lega di hati ini. Serangan jatuh sejatuh-jatuhnya yang datang menerjang sejak siang tadi belum juga beranjak pergi. Iya, jatuh. Saya jatuh hati. Jatuh cinta. Jatuh rindu. Jatuh cinta pada pandangan pertama, pertama saat diam-diam saya mengintipnya dari dapur. Kedua, saat tangan kami bersentuhan, ketiga saat ganda bersama di ruang tamu. Dia begitu indah, caranya bicara, caranya tersenyum, caranya menatap, caranya melahap ute KUD spesial buatan saya sungguh menawan. Aneh, saya jadi kehilangan nafsu makan. Benar kata orang pa’u nai memang bikin kenyang. Iya, saya memang sudah terlalu kenyang, kenyang dengan pemandangan indah yang disuguhkan naca pusaka dari Borong.

Ah…rasanya ingin segera saya temui dua sejoli yang telah membuatnya ada, sekadar untuk menyampaikan terima kasih telah menciptakan makhluk seindah dia. Ahayy

Terima kasih inang Teres dan amang Gusti, untung saja inang dan amang berjodoh, sehingga bisa menghadirkan makhluk seindah kaka Nduk. Lalu bolehkah saya berharap jodoh saya adalah buah cinta kalian?” Ah, mendadak saya jadi hafal nama inang dan amang yang sebelumnya saya selalu abaikan. Memang e cinta punya buat, sayang punya ngoeng.

* * *

Enu saya pulang sudah, eh ini saya punya no HP simpan  kah enu, itu sekaligus nomor WA” 

Ole Mori bagaimana mungkin saya tidak tambah jatuh cinta, baru pertama kali saya kenal laki-laki seperti ini, menawarkan nomor HPnya. Lazimnya laki-laki adalah meminta bukan memberi (nomor HP, nomor WA, IG, FB, dll). Tentunya dengan semangat, saya megeluarkan HP dan segera memencet angka-angka sesuai dengan yang diucapkan bibir indahnya.

Saat kaka Nduk berlalu menjauh memacu sepeda motornya, saya masih terus memandang bahkan saat mama sedikit mengomel karena asap knalpot dari sepeda motornya membuat mama terbatuk- batuk, saya TIDAK PEDULI. Asap knalpot beraroma rindu, maksudnya sampai saat ini jangankan senyumnya asap knalpot motornya saja masih membekas dalam ingatan.

* * *

1 pesan diterima.

.

.

“Iya enu, nanti kita jalan-jalan ke Rana mese e”

Yes! Selamat datang di sa pu hati, kaka Nduk.

Ilustrasi: www.piscwe.com

Penulis: Im Kartini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *