Kita dan COVID-19 Dalam Perang Besar

Loading


Joe Radha|Kontributor

Bangsa-bangsa di dunia kini sudah menabuh genderang perang. Ada yang menabuh malu-malu, mungkin karena masih bingung, “benaran ada musuh gak sih?” Ada yang menabuh sambil ketawa-ketiwi, barangkali karena musuhnya tidak kelihatan, lalu merasa lucu harus berperang dengan sesuatu yang tidak tampak. Ada pula yang menabuh sambil berteriak kencang persis Wiro Sableng hendak melontarkan aji pamungkas pukulan Sinar Matahari. Bodo amat dengan tabuhan genderang. Intinya perang telah dimulai.

Di mana-mana, dalam sebuah peperangan tentu ada panglimanya. Bahkan dalam permainan perang-perangan ala para bocah pun ada panglima perang segala. Ada strategi perangnya pula, sebagaimana dikisahkan oleh sepupu saya yang masa kecilnya suka main perang-perangan pake semprotan bambu. Apalagi perang benaran. Panglima dan strategi perang adalah sebuah keniscayaan.

Untuk apa ada panglima dan strategi? Jawaban paling sederhananya adalah, selain untuk mengatur strategi perang, juga supaya seluruh pergerakan, baik menyerang maupun  bertahan, diatur oleh satu komando. Tidak jalan sendiri-sendiri seperti kisah cinta dari sepupu saya dengan mantannya dulu.

Kata nenek moyang saya yang bukan orang pelaut tetapi petani, kunci kemenangan sebuah peperangan sangat tergantung pada panglima dan strategi perangnya. Saat ini kita tengah menghadapi perang akbar. Musuhnya tidak main-main, virus yang misterius dan sulit diendus. Kita tidak tahu dia berada di mana dan akan menyerang siapa. Sekuat apapun benteng pertahanan kita, sama sekali tidak menjamin bahwa kita akan aman dan terbebas dari serangan. Pun jika kita ingin melakukan serangan, kita hanya bisa menyerang secara membabi buta karena dia tidak kasat mata.

Maka dibutuhkan strategi yang tepat dan keputusan yang bijak berdasarkan pertimbangan yang komprehensif dan terukur. Tidak parsial atau setengah-setengah. Juga tidak berlandaskan emosi dan kecemasan semata. Juga tidak boleh huru-hara.

Saat ini Bapak Presiden Jokowi-lah panglima kita!

Dia yang akan memimpin kita dalam perang akbar dan melelahkan ini. Yang amat dibutuhkan dari kita adalah kepercayaan dan kerja sama. Tak perlu merasa paling tahu dan paling hebat. Tak usah berlagak lebih presiden dari presiden.

Silahkan kasih usul, saran, masukan, kritik, dll, tapi tetap dengan kesadaran bahwa beliaulah panglimanya. Segala keputusan penting ada di tangan beliau. Masa prajurit lebih kencang ngasih komando dari pada panglimanya. Nanti malah mirip sepupu saya waktu main perang-perangan dulu, dia selalu berusaha beri komando, padahal dia hanya sebagai juru masak para prajurit. Akhirnya, kalah deh!

Percayalah pada Pak Jokowi. Dia tidak mungkin berniat untuk meluluhlantakkan negerinya, menghancurkan rakyatnya. Mari kita dengarkan arahan dan komandonya. Jangan ambil keputusan sendiri seperti yang dilakukan oleh gubernur rasa presiden itu! Dan, gubernur lain rasa menteri itu!

Tetaplah bersatu dalam tujuan. Jangan tercerai berai! Bersama-sama kita menangkan perang ini. Walau saat ini, bersatu kita runtuh, berjaga jarak kita putuskan rantai penyebaran coronavirus.

Jangan menyebar berita kalau tidak tahu apa-apa, apalagi kalau begitu berani tambah-tambah walau datanya tidak seberapa. Radio mulut dan hoaks lebih mematikan karena mampu menciptakan keresahan pembaca. Jangan jadi musuh dalam selimut. Karena itu berbahaya sekali! Tentang musuh dalam selimut kita akan bahas esok pagi, sebagaimana telah diramalkan oleh Ebiet G. Ade dalam lagunya, “esok pagi…kau buka jendela….kan kau dapati… seikat bawang merah….dududuowowow….

Wassalam!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *