Kumpulan Puisi Stefan Alfiano
Mirah
I
Tak ada pagi untuk membaringkan sebingkai senyummu
Tak ada senja dan petang untuk mengekalkan gemerlap matamu
Alis bulan sabitmu, terbentang
Di antara batang-batang waktu, merobek senja ranum
yang mekar amat tergesa
Kalau engkau Mirah, adalah puisi
Aku bukanlah penyair yang mengaksaraimu
Sebab aku selalu kekurangan kata di hadapan lentik jemarimu.
II
Kau terlahir untuk mencintai puisi, memekar mereka jadi bunga semua musim
Kau tercipta memuliakan cahaya kata, sebentang terang
Keabadian yang dimuliakan semua orang beriman
Aku tumbuh jadi penjahat perang, Mirah
Laut yang terus bergelora dalam dadaku,
selalu mengajakku berduel selepas tengah malam; antara aku dan diriku yang satunya tersemat sebuah dendam purba
Pengungsi tak lagi punya nama dan tanda.
III
Lesung pipitmu seharusnya tak kau sia-siakan,
di hadapan perlengkapan rias
Sebab kau tetap jelita tanpa pupur ,
yang meninggalkan jejak kebohongan di kota cantik itu
Dengarkan; dua mataku telah menjelma pedang yang bernyali pembunuh
Mengaum pada siapa saja
Dan suatu ketika yang entah kapan bisa saja melukaimu.
IV
Pada mulanya cuma sebilah rindu dan sepenggal harap
Mengantar pada catatan-catatan ingatan
Dalam rindu yang berkepanjangan ada pertarungan sengit
Antara prajurit angan dan angin
Penghujung adalah usai
Selesai
Usahlah kaukenang
Jangan sia-siakan dua purna di tungkai matamu
Untuk menangisi kesedihan.
Gadisku
Di ujung sorenya
Dia tak lagi punya bunga untuk cinta dan senja
Dia tak mau melepas genggaman pada boneka kecil yang selalu dikaguminya
Sebab itu adalah sebagian prasangka yang selalu disangkalnya
Dia mungkin malu pada sinar petang yang ayu dan layu
Sebab petang telah mencuri kosmetik kesayangannya, yaitu matahari jingga yang biasa bertengger di langit senja
“Kau tetap cantik walau tudung senjamu telah luruh “
“sebab aku meminangmu atas nama cinta bukan atas nama cantik.”
Ia mendengar desah kekasihnya
Sebelum pulang Ia selalu memetik satu rintik hujan
Lalu meletakkannya di mata
“Biarlah tangis kekal dalam mataku, sebab mata ini adalah cawan ketika hujan butuh tempat berteduh.”
Sayang ; Kepada Mirah
Tak ada puisi malam ini, Sayang
Hanya tersisa luka-luka yang tak lagi mau mengajakku bicara
Mereka membeku serupa lilin di mezbah persembahan
Tak ada lagi cerita yang bakal aku lakonkan malam ini, Sayang
cuma mimpi-mimpi kecil yang lupa membalut diri dengan pupur pelangi
Mereka akan menimang kau di ujung tidur, seperti kembang-kambang bahari
Sungguh tak ada kata lagi yang mesti aku ucapkan dalam kencan ini, Sayang.
Hanya rindu yang meletup
Bagai pijaran ekor kunang: mereka berseri-seri
Tak ada lengking gitar yang bisa mengiringi deru nafas kita, Sayang
Semua membisu seperti kehilangan harmoni
Tak ada tembang pengantar bahagia esok pagi
Kalaupun tak ada siapa-siapa yang mau berbagi luka
Sebab manusia telah tumbuh jadi pelupa; lupa di mana diletakkannya semua kangen–puisi ini
Barangkali akan ikhlas melelehkan luka jadi hujan, di mana air mata tak lagi hadir sebagai kesedihan–di hari pertunangan kita
Sayang
Penulis: Stefan Alfiano|Lawa Tabeite|