Manggarai Timur, Anak Muda, dan Literasi

Sumber: Poskupang.com
Arsi Kurniawan II Kontributor
Arsi Kurniawan|Kontributor
Manggarai Timur (Matim) sebagai Kabupaten yang paling muda di antara 2 kabupaten di Manggarai (Manggarai Barat dan Manggarai), memiliki banyak keunikan tersembunyi yang jarang diketahui orang luar. Sektor pariwisata, dengan panorama alam yang indah, memberikan tempat khusus bagi kabupaten Matim mengeksplorasi potensi pariwisata yang ada.
Tidak kurang, potensi pertanian dan peternakkan telah banyak meningkatkan sumber penghidupan masyarakat di Matim. Corak kebudayaan masyarakat Matim yang sangat beragam, tentu merupakan modal besar bagi perubahan Matim di masa-masa mendatang. Tentu, jika ditarik dari potensi alam, budaya dan relasi sosial masyarakat Matim yang masih kental dengan solidaritas kekeluargaan, maka bukan tidak mungkin apabila dikelolah dengan baik, kabupaten Matim akan keluar dari jerat kemiskinan ekstrem.
Akan tetapi, kondisi riil jauh dari harapan. Sebagai informasi, Kabupaten Matim dengan tingkat kemiskinan ekstrem 15,43% dengan jumlah penduduk miskin ekstrem mencapai 44.630 (Setneg.go.id, diakses pada, 22/10/2022). Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Bagaimana mungkin, kabupaten Matim dengan corak khas budaya, sektor pariwisata, pertanian, peternakkan dan bahkan kelautan, yang seharusnya mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, bisa terjerat dalam lingkaran kabupaten miskin ekstrem? Sungguh, ini sangat memprihatinkan!
Ada banyak varian jawaban, yang bisa kita analisis dengan berbagai metode akademis, mengapa kabupaten Matim masuk dalam lobang kemiskinan ekstrem. Sekurang-kurangnya, ada dua jawaban, yang menurut saya bisa kita perdebatkan.
Pertama, manajemen dan tata kelolah birokrasi, anggaran publik dan pengisian jabatan publik yang belum optimal. Kita mesti sadar betul, manajemen dan tata kelolah yang keliru bisa berpotensi menyuburkan praktik-praktik yang bisa menjerumuskan Matim kedalam jerat kemiskinan ekstrem.
Padahal, kalau kita mau berinovasi dan mengeksplorasi berbagai potensi-potensi yang ada di Matim, menurut pembacaan saya, langkah pertama ialah bereskan terlebih dahulu persoalan manajemen dan tata kelolah institusi yang bisa menghambat perbaikan menuju kesejahteraan. Sebab, jika belum diupayakan tata kelolah dan manajemen institusi yang bagus, terukur dan efektif-efisien, justru bisa melahirkan praktik-praktik, yang cenderung koruptif di satu sisi, sementara di sisi lain, pelemahan partisipasi warga.
Kedua, problem imajinasi dan inovasi. Sejauh saya amati, problem imajinasi dan kekurangan inovasi bisa sangat menyumbang kemiskinan di tataran masyarakat paling bawah. Padahal, kalau kita mau serius membenah dari dalam, dengan cara memanfaatkan potensi alam, kebudayaan, dan relasi sosial kekeluargaan di Matim, ini bisa mengatasi kemiskinan yang dialami oleh sebagian masyarakat Matim.
Karena itu, yang dibutuhkan dalam upaya untuk keluar dari jerat kemiskinan ekstrem, paling penting ialah, kemampuan berimajinasi dan berinovasi bagaimana mendorong potensi alam, kebudayaan, dan sosial ini bisa menghasilkan nilai ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat Matim.
Kita memiliki modal, yang diperlukan ialah, kemampuan untuk berimajinasi dan berinovasi mengelolah potensi yang ada dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Matim. Untuk mencapai itu, dibutuhkan komitmen, konsistensi sikap dan kerja kolaboratif dalam memperbaiki masalah dan membangun tata ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, insfrastruktur publik dan lembaga birokrasi bagi kemajuan Matim.
Pentingnya Literasi
Dalam mewujudkan imajinasi dan inovasi mengelolah potensi di Matim, menurut pembacaan saya, yang juga bisa direalisasikan ialah, melalui literasi. Penguatan literasi bisa sangat berdampak dan berkontribusi penting dalam membangun serta mewujudkan adanya imajinasi dan inovasi, baik dalam pengambilan kebijakan publik (public policy) maupun dalam mengeksplorasi potensi alam bagi kesejahteraan masyarakat Matim.
Saya sangat mengapresiasi langkah dan kerja baik beberapa anak muda di Matim, yang sampai sejauh ini masih konsisten membangun dan mengakarkan literasi ke tengah-tengah masyarakat. Saya mengakui, ada banyak problem yang mereka hadapi dalam mengupayakan kerja literasi bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
Bahkan, kerja-kerja literasi yang mereka tengah garap dan upayakan, misalnya, mendirikan taman baca, kunjungan ke tiap-tiap sekolah menyebarkan gagasan literasi, seperti yang kerap dilakukan anak muda dari komunitas Tabeite, saya kira merupakan bentuk dedikasi dan totalitas membangun Matim keluar dari jerat kemiskinan ekstrem.
Kerja-kerja membumikan dan mengakarkan budaya literasi ke tengah masyarakat, yang kerap dilakukan oleh anak-anak muda di Matim, secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan dan menghasilkan imajinasi dan inovasi, baik dalam menyadarkan literasi, maupun mengambil peran menyelesaikan problem kemiskinan di Matim. Di titik inilah, kerja-kerja literasi harus kita sambut baik.
Paling tidak, anak-anak muda di Matim, yang lebih dulu membangun budaya literasi ke tengah masyarakat, adalah semacam sinyal bagi anak-anak muda yang lain ikut dan turut membangun kerja-kerja membumikan literasi di Matim. Karena, melalui literasi, kita bisa membangun, mengelolah, dan mau bertangungjawab atas berbagai problem di Matim. Pembangunan sumber daya manusia harus berangkat dari titik ini.