Memang Menurut Kamu Dialek Orang Manggarai Lucu?

Apek Afres|Redaksi
Saya orang Manggarai. Iya Manggarai. Saya tidak malu. Justru saya bangga. Ke mana-mana saya akan menunjukkan identitas saya sebagai orang Manggarai. Bukan karena saya yang primordial, tetapi saya wajib menunjukkan identitas saya. Dalam berbahasa, dalam berpakaian, dalam berbudaya, semua ingin saya tunjukkan!
Di mana-mana ketika saya berbicara, orang-orang dari wilayah NTT, paham kalau saya berasal dari Manggarai. Ketika saya berbicara dengan teman di warung, di kampus, di parkiran toko, dan di mana pun tempat saya beraktivitas, orang-orang akan tahu saya dari Manggarai.
Pun kalau ada yang tidak paham dengan bahasa yang saya lontarkan, mereka pasti akan bertanya? Mas itu bahasa mana ya? Nah, barulah saya mengenalkan Manggarai kepada mereka. Manggarai itu ada di Flores, mas. Tahu komodo? Labuan Bajo? Itu terdapat di Manggarai.
Selain bahasa Manggarai, orang Manggarai juga memiliki dialek khas ketika berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Saking khasnya barangkali, kadang beberapa orang tertawa terkekeh-kekeh ketika mendengar dialek tersebut.
ia e, aduh sap bapa pu itu e, ae kau ga o.
pernah dengar orang Manggarai berbicara seperti itu? Pernah toh? Lantas salahnya di mana? Sebagai bangsa yang majemuk, saya rasa kita punya kekhasan masing-masing. Tidak boleh saling menertawakan.
Mengapa dialek kami orang Manggarai harus ditertawakan? Lantas dialek mana yang harus menjadi patokan kalau kita merasa dialek daerah orang lain lucu? Standar yang harus dipakai mestinya bukan dialek masing-masing. Sebab, penilaian subjektif hanya akan menghasilkan pengecualian terhadap keragaman dialek itu sendiri.
Setiap daerah di NTT ada dialeknya. Maumere ada kekhasannya, Kupang, Alor, Larantuka, Ende, juga memiliki kekhasan tersendiri, dan daerah lainnya. Semuanya pasti ada.
Dialek itu tidak salah, dialek masih varietas Bahasa Indonesia yang hanya mengikuti atau melingkupi kelompok penuturnya. Ada beberapa jenis dialek, ini saya kutip dari Wikipedia.
Pertama, dialek regional (dialek geografis/regiolek): dialek yang dipakai di daerah tertentu. Kedua, dialek sosial (sosiolek): dialek yang dipakai di kelompok sosial tertentu atau yang menandai strata sosial tertentu. Lalu, ada dua dialek tambahan, yaitu dialek Temporal dan Historis. Ini pemakaiannya pada kurun waktu tertentu saja.
Sudah paham to? Dialek itu seperti apa. Terkait problem yang dibahas, saya sebagai orang Manggarai tidak salah sama sekali. Soal dialek, ya, itu dialeknya kami dan termasuk dalam kategori dialek geografis.
Minimnya jiwa pluralisme dan kurangnya penghargaan terhadap budaya sendiri akan melahirkan kemiskinan pengetahuan akan budaya lain. Ini sangat memprihatinkan, bahkan memalukan.
Sebab, alih-alih mengomentari budaya yang lain, pengetahuan budaya sendiri masih kosong. Nah, berangkat dari ruang kosong pengetahuan, kalian akhirnya menjadi “Tong kosong, nyaring bunyinya”. Berkoar-koar tanpa dasar. Kasihan sekali. Hahahhaha.
Ia e. Jika kita ketemu org Jawa dan dengar tururannya, org tak ketawa. Tapi jika dengar kita punya logat, org ketawa dan malah tanya ‘org Manggarai ya?’ ‘Ya, memang kenapa’ tanya saya. ‘Dari logatnya’ kata lawan bicara saya. Yg aneh juga, banyak orf di Timor yg pake Bhs Indonesia tapi berlogat Manggarai. Biar sudah ta. Terima saja.
kalo gue kl ngomong sering bgt ngobrol ngikutin gaya dialek sini(Bali)n slalu kedengaran kayak terpaksa gitulah.ternyata alasannya ini.dimanapun dn kapanpun kita mesti bangga jd orang Manggarai n harus totalitas ihh.neka Pali neka ritak ite Manggarai.tulisannya bagus dan sudah masuk beranda bacaan google sy.slm dr Mano tinggal di Bali.nk kd na one nai Caro gue daq ee.
Saya setuju sekali dengan tulisannya e kae. Dialek kita (Manggarai) seakan menjadi bahan candaan orang-orang tertentu di setiap kesempatan. Saya pernah bertanya kepada beberapa teman saya apakah dialek kami ini terdengar lucu atau aneh sehingga teman-teman suka tertawa saat kami berbicara. Kata mereka lucu karena kita berbicara dengan penuh penekanan pada setiap kata yang dilontarkan.
Lalu saya bilang, itulah uniknya kami “ata Manggarai”, kami tidak malu dengan dialek kami, kami justru bangga dengan identitas kami ini. Karena hanya dengan ini saja kami sudah mengenalkan salah satu budaya kami kepada orang lain.
Tulisan ini cocok untuk orang-orang yang tidak tau indahnya perbedaan, tidak tau indahnya budaya.
Jangan malu untuk mengatakan kita “ata Manggarai”.
Salam hangat dari Kota Karang kae, tabe.