Memangnya kenapa kalau saya Bucin, daripada kamu? Micin

Loading


Im Kartini|Redaksi|

Mai su kita pi jalan-jalan”

“Sabar e, saya minta izin dengan saya punya pacar dulu”

” Ishh..bucin.”

Kalimat di atas merupakan contoh percakapan dua orang teman saya. Bukan saya, saya yang jomlo bisa apa? Niat izin sama pacar, eh tiba-tiba tersadar tidak punya pacar. Nyesek gaesss!

Sebagai salah satu warga +62 dengan tingkat kekepoan yang cukup tinggi, pertama mendengar istilah bucin, saya langsung huru-hara cari tahu. Saya tidak mau ketinggalan, dong. Wih istilah baru lagi nich, cuzzz langsung tanya ke tanta gugel.

Ketik di pencarian “Bucin adalah”, langsung muncul berbagai artikel yang membahas tentang bucin itu sendiri juga lengkap dengan berbagai situasi yang mendukungnya. Saya mengambil penjelasan tentang bucin dari salah satu artikel mojok.co yang berjudul “5 Ciri-Ciri Bucin Alias Budak Cinta: Romantis, tapi Nalarnya Tipis”. Dalam artikel tersebut tertulis begini “Bucin adalah kependekan dari istilah budak cinta yang digunakan merujuk pada manusia-manusia yang (maunya) romantis, tapi dengan daya berpikir nalar di bawah rata-rata. Para bucin, lebih tepatnya, adalah mereka-mereka yang merasa dirinya dilahirkan bukan untuk mencari jati diri, melainkan hanya untuk membahagiakan pasangannya”

Budak cinta gaes. Budak cinta. Seram sekali. Kata budak itu kalau dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari justru berarti negatif. Bayangkan jika kamu seorang budak. Budak itu kalau kasarnya bisa dibilang berada di kasta terendah.

Jujur, saya pribadi justru masih kebingungan menggunakan istilah bucin ini secara menyeluruh. Minta izin sama pacar kalau mau keluar disebut bucin, pasang foto pacar di profil medsos disebut bucin, posting status kata-kata romantis juga disebut bucin. Bahkan saya yang tidak ada pacar ini, pernah dibilang bucin hanya karena saya punya status. Cuma status e, tidak saya tag ke saya punya pacar, ya memang karena tidak ada pacar.

Sejenak saya membatin; “Apa sebenarnya indikator seseorang itu dikatakan bucin?

Semakin banyak istilah baru yang muncul dalam pacaran akan membuat hubungan pacaran itu semakin rumit.

Coba saja tidak ada itu istilah budak cinta ini, tentu orang-orang yang sedang berada pada fase sangat mencinta pasangan pasti akan menjalani hubungan dengan santuy tanpa takut netizen hujat.

Saya suka membayangkan begini, andai saya punya pacar. Ehem! Andai. Pada suatu saat dia lagi nongkrong dengan teman-teman. Lalu ada yang ajak dia main game, dia jawab “saya chat pacar dulu e, takut dia marah kalau tidak kasih kabar atau lama membalas pesan.” Pasti ada saja satu atau dua manusia di situ, bahkan semuanya yang komentar “dasar bucin“. Lagi-lagi bucin, lagi bucin. Siapa sich yang pertama kali perkenalkan istilah ini dalam dunia percintaan?

Kembali ke topik, kalau saya punya pacar tidak gengsian tentu dia cuek saja setelah mendapat komentar demikian, tetap kasih kabar ke saya, kalau tidak? Percaya akan terjadi kecurigaan yang tidak terencana dari pihak saya. Bisa putus, jomlo lagi, tambah panjang perjalanan mencari jodoh. Sial, untung cuma khayalan. Ribetnya minta ampun. Hehehehe.

Lalu terakhir muncul alasan “bukan saya punya jodoh”, atau “dia terlalu baik buat sa” atau “jaga orang pu jodoh”. Helo! Itu semua istilah manusia yang justru bikin hidup tambah rumit. Memang bagi sebagian orang hal itu dijadikan sebagai bahan candaan, namun tidak berlaku bagi orang-orang yang tidak punya selera humor yang sama.

Bagi yang suka menghujat orang dengan kata “bucin“, coba dikurangi-lah guys. Kita tidak tahu orang tersebut baru saja melepas masa jomlo, sekali dibilang bucin langsung down dia. Serba salah, jomlo dihujat, pacaran dihujat, apa harus langsung nikah aja kali ya? Hahahaha.

Tidak apa-apa bucin, asal bucin yang terkontrol. Bucin pada tempatnya. Bucin hanya sebatas minta izin dan kasih kabar. Kalau memang istilah bucin ini masih belum mau lenyap juga dari negara ini, coba belajar untuk menerimanya sebagai bahan candaan. Anggap saja yang suka teriak bucin itu adalah orang yang ingin nge-bucin juga namun tidak punya kesempatan.

“Cieh bucin…”

“Tidak apa-apa saya bucin, daripada kau? Micin: miskin cinta”

Sekian. Salam kompak selalu bucin-bucin terhormat, doakan saya nyusul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *