Mendengar Cerita Kartin, Wisudawati Undana Peraih IPK 3,9

Krisan Roman|Redaksi
Menjadi mahasiswa memang bukan perkara yang mudah. Apalagi ketika jumlah semesternya semakin banyak, seperti saya. Sudah begitu, anak kos pula. Banyak sekali pikiran yang membebani kepala, mulai dari tugas kampus, nilai tiap semester, sampai isi dompet yang makin hari makin memprihatinkan. Belum lagi beban menangkis pertanyaan ‘kapan wisuda’ yang cukara’a itu.
Seperti mahasiswa plus anak kos lainnya, kemarin sore setelah drama kejar-kejaran dengan dosen di kampus, saya memutuskan untuk pulang ke kos, bersantai sambil mendengarkan musik, menikmati kopi, dan memungut sisa senyuman gadis di kontrakan tetangga.
Ketika sedang asyik mendengarkan musik, tiba-tiba hape saya berdering. Ada pesan wotsap dari teman SMA saya.
“Selamat sore, Eja. Kau tau Kartin Dhey to? Wala, dia baru-baru wisuda ni, dia punya IPK 3,90; tertinggi di Undana. Sudah begitu, dia juga wisudawan dengan waktu belajar paling singkat Eja, Tiga setengah tahun. Kau tidak ada niat tulis dia di Tabeite ka?”.
Pesan itu hanya saya baca, tidak mau balas. Basi. Saya sudah tahu kabar itu sejak beberapa hari lalu. Tidak penting bagi kelangsungan hidup saya. Lagipula saya sedang bersantai. Saya terdiam, kembali menyeruput kopi sambil merenung. Merenung, merenung, merenung dan akhirnya sadar bahwasannya ini prestasi yang tidak mudah.
Di luar sana mungkin banyak sahabat Tabeite yang akan termotivasi kalau kisah Kartin saya tulis. IPK 3,90 itu luar biasa men, tidak semua orang bisa punya IPK setinggi itu apalagi dengan masa studi tiga setengah tahun. Saya juga harusnya bangga dengan pencapaian teman saya yang satu ini. Ya, wanita cantik pemilik nama lengkap Anselmania Kartini Dhey itu adalah teman saya sejak SMA. Walau mungkin dia tidak menganggap saya teman, tidak apa-apa, I’m fine! Setidaknya masih ada Bob Itok dan Tuagolo sebagai teman serep, jika benar-benar tidak dianggap.
Saya meraih hape yang sebelumnya sudah saya letakkan kembali di atas meja. Buka wotsap, cari dan mulai menghubungi kontak yang saya tulis ‘Kartin’ plus tiga buah emoticon hati berwarna ungu yang kebetulan sudah lama saya simpan.
“Hallo Kartin, selamat sore. Saya kangen.” Sudah mau saya kirim, tapi tidak jadi. Saya hapus lagi, tidak mau buat kesalahan terlalu awal. Dari dulu Kartin tidak terlalu akrab dengan saya. Siapa saya sampai tiba-tiba bilang kangen. Ganti, ganti!
“Hallo Kartin, selamat sore. Lagi sibuk kah?”
“Hallo Bro, tidak sibuk e. Tumben chat saya, ada apa ini? kangen?” Balas Kartin, tidak terlalu singkat.
Hais, itu toh, coba saja tadi saya bilang kangen, pasti dia su klepek-klepek. Sial apa e! Hem, tidak, saya tidak boleh terlihat lemah. Harus kuat! Tidak boleh cepat tergoda, apalagi dia tidak sedang menggoda. Dia hanya bertanya.
“Begini, saya mau minta izin wawancara kau ni. Menyangkut kau punya pencapaian baru-baru ini di kampus, saya mau tulis itu di Tabeite.com, kami pu media kecil (tapi keren).”
“Oh ya, dengan senang hati, Bro. Silakan.” Balas si mancung yang lahir di Bajawa, tepat pada peringatan hari Kartini tahun 1997 itu.
Tanpa basa-basi lagi, saya langsung meminta Kartin menceritakan prestasi yang baru saja diraihnya, kemudian menanyakan beberapa hal yang tentu saja sebagai bahan untuk tulisan, juga sebagai alasan untuk bisa chatingan lebih lama dengan gadis Aimere, Kabupaten Ngada ini. Hahaiiiuwwww
“Beberapa minggu lalu saya menjadi wisudawan dengan waktu studi paling singkat yakni tiga setengah tahun dengan nilai IPK yang lumayan memuasakan; 3,90, Bro” jelas Kartin.
“Apa kunci dari prestasi yang Kartin raih ini? Apa ada kiat-kiat khusus?”
“Yang paling utama adalah belajar dan berdo’a. Tugas mahasiswa itu saja, belajar dan berdo’a. Belajar yang rajin dan jangan sampai tinggalkan Tuhan. Selama ini, di samping belajar, saya selalu sertai Tuhan dalam setiap kegiatan saya. Jadi saya pikir ini adalah bonus dari Tuhan. Kemudian untuk kiat-kuat khusus, saya pikir tidak ada. Saya sama seperti Mahasiswa pada umumnya saja. Rajin ke kampus, kerjakan tugas kuliah dan selalu andalkan Tuhan bukan sesuatu yang baru kan, Bro? Itu normal, hehehe”
“Bagaimana rasanya bisa raih prestasi sebagus itu?”
“Tentu saja senang lah, Bro. Ketemu uang lima ribu di jalan saja senang, apalagi dianugerahi hal membanggakan seperti ini, heheh. Saya senang karena akhirnya usaha saya selama ini membuahkan hasil yang memuaskan, senang karena bisa bikin orang tua bangga dengan prestasi saya, juga senang karena saya percaya Tuhan Yesus mencintai saya lewat apa yang saya raih ini”
“Siapa orang-orang hebat yang telah membantu Kartin meraih prestasi ini? Ada yang mau disampaikan untuk mereka?”
“Tuhan Yang Maha Kuasa, tentunya, kedua orang tua, para dosen FKIP Undana Kupang Jurusan Kimia, semua guru-guru hebat saya mulai dari TKK sampai SMA, teman-teman angkatan RADON16, Terima kasih semuanya, terima kasih sudah membantu saya dengan cara kalian masing-masing, saya sayang kalian semua!”
Ketika ditanyakan soal tantangan terbesarnya selama kuliah, Kartin menjelaskan bahwa kendala utama mahasiswa tentunya rasa malas. Apalagi untuk anak kos sepertinya yang apa-apa serba mandiri. Lebih lanjut, Kartin bercerita bahwa di program studi Kimia, tempat ia belajar, banyak sekali tugas yang benar-benar memangkas habis waktu istirahat dan bersantainya.
“Setelah jadi sarjana, Kartin sudah punya rencana untuk hari-hari selanjutnya?”
“Sudah dong. Saya mau jadi dosen Kimia. Itu cita-cita saya sejak lama. Jadi, rencana saya ke depan adalah melanjutkan studi. Saya tidak tahu kapan saya bosan. Jadi, ke depan saya akan terus belajar sampai saya bosan. Kalau sudah bosan belajar, barulah saya mengajar. Keren, kan? Hahaha”
“Kartin punya pesan buat adik-adik atau siapa saja, sahabat Tabeite yang mungkin mau seperti Kartin?”
“Oh ya, ada. Untuk bisa jadi seseorang yang berhasil, harus punya niat yang kuat dari dalam diri. Apapun bidangnya, niatmu harus besar. Setelah itu, harus punya target. Untuk bisa mencapai target, ketrampilan yang harus dimiliki adalah keterampilan mengatur waktu. Buat jadwal kegiatan yang harus dilakukan, lalu urutkan dari yang paling diprioritaskan. Sisanya, berserah dan terus bersyukur kepada Tuhan. Jangan menyerah apalagi sampai patah semangat. Yakin dan percayalah, rencana Tuhan selalu indah”
Selanjutnya kami ngobrol lama sekali. Bicara banyak hal yang tidak mungkin saya tuliskan semuanya. Saya senang sekali bisa banyak tahu dan berbagi cerita dengan Kartin. Celakanya, rasa senang itu tidak bertahan lama. Semua berubah ketika akhirnya Kartin menulis pesan wotsap yang cukup mengerikan, “Bro, sudah dulu e. Sa pu pacar su datang jemput ni. Kami mau pi makan se’i dulu. Bye!”
Ah, cukagaram. Luka hati e!
proficiat utk sdri Kartin.
Terima kasih juga untuk ‘eja’ penulis yg sudah bagikan penggalan kisah inspiratif ini (jgn lagin patah hati eja🙂🤣).
Kadang, dasar sederhana seperti “rajin dan mencintai Tuhan” adalah hal yg sering kami lupakan.
thank u tabeite.com