Mengenal San Sarung, Pelukis Muda Asal Manggarai Timur

Picasso memang memikat dan diliput, tetapi San Sarung memikat meski jarang dilihat.

Loading


Erik Jumpar | Tua Golo

Semenjak lama, sebelum langkah dari Tabeite mulai terseok-seok seperti sekarang, nama Krisantus Sarung masuk dalam daftar anak muda Manggarai Timur untuk ditulis dalam rubrik Atadite. Sekadar informasi, di Tabeite kami mengampuh satu dari sekian rubrik yang  bernama Atadite. Rubriknya memiliki semangat yang mulia sekali, bertujuan untuk mengabadikan generasi muda Manggarai Timur yang keren dan menginspirasi.

San Sarung, begitu nama panggung yang ia pakai saat mulai melukis di atas kanvas. Lahir di Kampung Kaca, Desa Sita Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur pada 29 Oktober 1992. Sekarang ia menetap di tempat yang sama di tanah tempat di mana tembuninya dikuburkan.

Jiwa melukis dalam dirinya mulai terbentuk sejak kecil. Ia mulai melukis sejak duduk di Kelas 2 SDI Sita Kaca. Kala itu ia menyadari kalau saja ia memiliki bakat untuk melukis, pijakan yang mendorongnya untuk terus berproses melahirkan karya seni hingga sekarang.

Pada awalnya, ia mulai melukis di atas kertas putih dengan media yang ala kadarnya. Karya yang ia hasilkan kala itu cukup bagus untuk ukuran anak usia sekolah dasar di sekolahnya.  

“Hati terasa girang saat guru di sekolah memberikan pujian kalau saja lukisan saya sangat indah,” jelasnya.  

Konsisten dalam berproses terus membentuk dirinya bersama waktu. Jejak karya dalam dunia melukis melambungkan dirinya sebagai seniman yang patut diacungi jempol.

Di Manggarai Timur, nama San Sarung cukup melejit, lincah jemarinya dalam memainkan kanvas membuktikan kalau saja karyanya tak bisa dipandang sebelah mata.

Saban waktu ia mendapatkan pesanan dari pelanggan untuk melukis di dinding, entah untuk melukis di dinding rumah makan, kedai kopi, depot isi air, bengkel dan kios. Bahkan, ada juga pelanggan yang memintanya untuk melukis di mobil.

Buah dari ketelatenan membuat dapurnya tetap mengepul, hasil dari melukis. Jalan hidup sebagai pelukis telah memberi berkat berupa pundi-pundi rupiah. Kantong keluarga terisi kala jemarinya dilumuri oleh cat saat ia mulai memainkan alat lukis.

“Pendapatannya lumayan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sekaligus menambah biaya untuk membeli peralatan melukis.”

Jenis lukisan bervariasi, tergantung  permintaan dari pelanggan. Semakin rumit lukisan yang ditawarkan pelanggan, maka harga yang dipatok turut berpengaruh. Menurutnya, belakangan ini, pandangan pelanggan terhadap karya seni perlahan-lahan berubah, harga yang dibayar kepada seniman melonjak.

“Pelanggan perlahan-lahan menghargai karya seni. Harga yang dibayar cukup mahal. Apresiasi dari pelanggan menjadi tanda kalau saja mereka menyadari seni itu tak mudah.”

Dalam prosesnya berkarya, acap kali ada yang memberi tawaran dengan harga yang kurang cocok. Jika menemukan tipikal pelanggan yang memberi tawaran dengan harga murah, ia tak segan untuk menolaknya.

“Seni itu mahal. Tak apik kalau diberi dengan harga yang tak sepadan. Pelanggan harus memahami itu.”

Di Facebook,  San Sarung sering menayangkan siaran langsung saat dirinya sedang berproses melahirkan karya seni. Tangannya amat lihai dalam meninggalkan jejak di atas media. Di balik karyanya yang menggetarkan jiwa, ia menyimpan secuil rahasia dari setiap karya yang ia hasilkan.

“Tidak hanya fisik yang bekerja saat kita sedang berkarya, namun jiwa dan pikiran turut terlibat di dalamnya,” jelasnya dalam percakapan di WhatsApp.

Karya yang dihasilkan setiap seniman dibentuk dalam kerja-kerja yang menguras energi. Proses berkarya membutuhkan penghayatan yang amat kuat.  Lanjutnya, imbas dari penghayatan yang kuat, tangan dapat bergerak sendiri saat sedang melukis.

 “Lukisan itu memiliki jiwanya, makanya ia menarik untuk dipandang.”

Saban hari ia tak tergiur untuk mencari pekerjaan yang lain. Baginya, seni menjadi satu-satunya jembatan untuk menyambung hidup, tak ada sedikitpun niat untuk meninggalkan seni sebagai jalan yang telah membesarkan namanya itu. 

“Jalan hidup saya di bidang seni. Lukisan sudah menjadi teman hidup,” jelasnya.

Demi melebarkan jejak dalam dunia seni, ia turut membuka usaha berupa jasa tato. Jasa seni melukis  tubuh itu cukup ramai peminat. Tato yang dibuat tergantung permintaan pelanggan, harganya pun tergantung dari kerumitan tato yang diinginkan.

“Untuk kita yang di Kota Borong, jumlah pelanggan yang hendak melukis tubuh cukup banyak,” jelasnya.

Saat disinggung soal tato yang dekat dengan kriminal, ia menampiknya dengan keras. Sejauh ini, pandangan yang keliru telah mendiskreditkan orang-orang yang bertato. Padahal setiap lukisan dalam tubuh orang bertato dilukis dengan penuh penghayatan oleh seniman.

“Tato itu seni, bukan kriminal. Yang kriminal mungkin orangnya, bukan tatonya,” tutupnya.

Sekarang ia turut membuka usaha pangkas rambut di Lantai 2 Ruko Pasar Borong, Manggarai Timur. Hari-harinya ia lalui di tempatnya berkarya demi merapikan kepala orang sembari menunggu setiap pesanan dari pelanggan untuk melukis.

Pramoedya Ananta Toer bilang menulis itu bekerja untuk keabadian. Mungkin itu tepat untuk dirinya sebagai penulis. Bagi San Sarung, melukis itu bekerja untuk keabadian. Maju terus anak muda Manggarai Timur. Panjang umur hal-hal baik.

.

1 thought on “Mengenal San Sarung, Pelukis Muda Asal Manggarai Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *