Walau Akses Masuk Rusak, Pantai Ligota Tetap Menarik

Loading


Edisi Redaksi|Penulis: Erik Jumpar|

Pada Kamis (7/11/19), langit Compang Ndejing bergeming, suhu panas begitu menyengat. Jarum jam bertengger di pkl. 11.34 WITA, awak Tabeite memacu kuda besi dari kampung Sok menuju kampung Purang Mese desa Compang Ndejing kecamatan Borong kabupaten Manggarai Timur. Jalan raya dari kampung Sok sebagian besar dalam kondisi rusak parah. Aspal terkelupas di sana sini. Kerikil dan bebatuan bekas material jalan berserakan begitu saja di badan jalan. Tentu bikin pinggul bergoyang ngebor tanpa dendang dangdut.

Perjalanan yang seharusnya memakan waktu 10 menit ditempuh hingga 20 menit bahkan lebih. Lubang-lubang kecil yang menganga memaksa pengendara untuk memacu kendaraan dengan konsentrasi yang penuh. Kerikil-kerikil kecil nun tajam siap menyambut roda kendaraan para pengguna jalan. Debu yang bertebaran juga turut mengganggu para pengguna jalan. Sungguh perjalanan yang menguras energi. Padahal jalur Sok menuju Purang Mese merupakan jalur satu-satunya untuk akses masuk menuju Pantai Ligota. Sayang jalan masuknya sedang dalam kondisi rusak parah.

Usai perjalanan yang membuat nyali sedikit menciut, awak Tabeite akhirnya tiba di Pantai Ligota tepat pkl 11.54 WITA. Pantai Ligota merupakan salah satu pantai indah yang berada di selatan kampung Purang Mese. Pantai Ligota terletak anggun di Laut Sawu yang sesekali tampil ganas menghantam tepian pantai. Bulir-bulir pasir yang berwarna putih siap menjamu wisatawan yang datang. Indah, bak senyum sumringah sepasang kekasih yang mendapat restu dari kedua orangtua.

Pantai Ligota diciptakan dengan keadaan yang selalu seperti sedang merias diri demi menarik simpati mata wisatawan. Di dekat jalan masuk terdapat papan nama ucapan selamat datang menuju Pantai Ligota, sedangkan di dalam area pantai tumbuh kokoh dua pohon yang menjulang indah. Di bawah salah satu pohon yang rindang, pemerintah desa telah membangun tempat duduk berbentuk lingkaran yang memiliki lima anak tangga yang mengelilingi pohon tersebut. Sementara tempat duduk lainnya memanjang hampir 15 meter yang dibangun ± 20 meter dari tepi pantai.  

   

Muara sungai Wae Musur

Di Pantai Ligota, mata kita akan dimanjakan dengan panorama yang indah. Nuansa pantai yang begitu tenang, sebab angka kunjungan wisatawan yang belum terlalu ramai. Saat mata kita memandang ke arah timur, tampak Gunung Poco Ndeki yang berdiri angkuh di tepian Kota Borong bersama Laut Sawu yang tidak mau kalah untuk unjuk gigi menampilkan air bercorak biru. Sementara saat mata kita dialihkan ke arah barat akan terlihat jelas muara Sungai Wae Musur yang tenang. Kapal-kapal nelayan menepi setelah semalam arungi lautan luas demi dapur tetap mengepul. Sesekali pemilik kapal keluar dari kapalnya untuk mengecek kondisi bagian luar kapal dan area sekitar.

Di sisi utara Pantai Ligota, para pengunjung dapat menyaksikan area persawahan warga. Kalau sedang musim kerja bisa saja para pengunjung akan berpapasan dengan para petani yang sedang menggarap ladangnya. Bulir-bulir padi yang mulai menguning keemasan terlihat indah, sebagiannya sedang menghijau. Bersama dengan padi yang mulai menguning, doa dan harapan didaraskan petani agar hasil yang digapai berbanding lurus dengan peluh dan keringat yang membasahi tubuh.

Ternak warga bersama dengan burung bangau putih

Sementara di area persawahan bagian timur, lahannya dibiarkan tak terurus. Rerumputan hijau tumbuh di atas petak-petak sawah yang  tidak digarap. Ternak warga berupa sapi dengan antusias melahap rerumputan yang menghijau. Hal ini tentu menarik mata wisatawan yang berkunjung, ada perpaduan antara tepian pantai yang tenang dengan doa-doa para petani yang berharap agar hasilnya menggairahkan, ada kolaborasi antara ombak yang tenang bersama harapan-harapan para peternak agar ternaknya tumbuh dengan sehat.

Di antara kawanan sapi yang sedang melahap rerumputan, menyelinap kawanan burung bangau putih. Orang Manggarai menyebutnya orong. Burung bangau putih ini tampak asyik mencari sumber makanan yang ada di antara sapi-sapi yang berkumpul. Akur sekali tampaknya, benar-benar pemandangan yang langka.

“Bangau putih akan mampir ke sini saat siang mulai terik, kadang juga saat sore bangau putih akan datang ke sini. Kalau terbang, mereka bergerombolan dan terbangnya tidak terlalu tinggi,” tutur salah satu warga lokal yang sedang membersihkan sampah di pelataran Pantai Ligota.      

Wisatawan lokal biasanya sambangi pantai ini saat hari libur nasional dan hari Minggu. Pasir pantai yang putih dan kerikil-kerikil kecil siap memanjakan telapak kaki para pengunjung. Ombak pantainya bersahabat. Pantai Ligota sangat cocok untuk mengajak keluarga bermain sembari membasahkan badan di Laut Sawu yang membiru.

Sembari menyaksikan gulungan ombak yang setia menciumi bibir pantai, para pengunjung juga bisa duduk di tempat yang telah disediakan. Angin sepoi-sepoi datang dari lautan siap membelai para pengunjung. Sensasinya semakin terasa saat dilewati dengan orang-orang tercinta, entah dengan keluarga, pacar, gebetan maupun dengan mantan sekalipun.

Puas bercumbu dengan Pantai Ligota, awak Tabeite pun pulang. Perjalanan yang awalnya terasa menjengkelkan hilang begitu saja setelah melihat Pantai Ligota yang indah, yang katanya telah menjadi buah bibir dari warga di desa Compang Ndejing itu. Tunggu apa lagi, mari mampir di Pantai Ligota. Lupakan dulu mantan kekasihmu, eh maksudnya lupakan dulu jalan masuk yang rusaknya setengah mati itu. Dan juga untukmu menumpahkan segala lara setelah ditinggal pergi oleh dia yang selalu kau damba. *Jangan bersedih, Ligota tetap asyik. Ada atau tidak dia di sampingmu, bukan berarti musnah bahagiamu, bukan? Ada atau tidak perhatian pemerintah untuk memperbaiki jalan masuk ke Ligota, bukan berarti luntur pesonanya, bukan? Kau tetap cantik, Ligota menantimu dengan suasana yang selalu asyik. Ayo ke Logita!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *