Mewacanakan Pendidikan Muatan Lokal di Malaka

Loading


Efrem Ery Gius|Kontributor

Perihal pendidikan, dalam perspeksi lokal, orang Jakarta agak perhatian dengan pelajaran lokal pada siswa-siswi di sekolahan. Jakarta sudah mewajibkan kurikulum pendidikan dasar dan menengah di sekolah untuk memuat pelajaran Muatan Lokal sebagai salah satu pelajaran, dengan salah satu prinsip penyelenggaraannya sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Pelajaran Muatan Lokal dalam perspektif saya punya misi tersembunyi sebagai cara Jakarta menjebak orang lokal menggali dan mensuplay potensi lokalnya sehingga segera mencuri perhatian pihak lain dan kelak terjadi pemberdayaan berjemaah berskala lokal.

Tantangan bagi lokal adalah menggeruk potensinya secara berkelanjutan seraya mencari cara untuk mensuplaynya menjadi minat pihak lain. Potensi dan cara mensuplaynya sama-sama menjadi penting. Dari situ, pentingnya akurasi design kurikulum pendidikan lokal agar mampu mempengaruhi pihak lain sesegera mungkin meminati potensinya.

Alih-alih mencuri perhatian pihak lain, pelajaran Muatan Lokal di Malaka selama ini lebih merupakan cara sekolah melatih siswa-siswinya untuk menari dan masak-memasak. Inputnya tidak lain adalah tarian dan bahan masakan daerah setempat, outputnya adalah menghasilkan tarian yang bagus dan masakan yang enak agar gurunya memberi nilai yang bagus, sedangkan outcomenya untuk apa hampir tidak jelas.

Pendekatan budaya dalam pelajaran Muatan Lokal di Malaka selama ini lebih dominan. Barangkali tesis gurunya adalah peserta didik yang mengikuti pelajaran Muatan Lokal akan menjamin mereka sebagai orang yang berbudaya dan berdaya dalam menari dan masak-memasak. Kalaulah outputnya untuk berbudaya lokal seperti ini, maka orang lokal hanya akan mutar-mutar dengan potensi lokalnya sendiri tanpa bersentuhan dengan pihak lain. Sepertinya sekolah-sekolah di Malaka perlu mengambil pelajaran dari integrasi budaya dengan pariwisata dalam Festival Fulan Fevan di Belu yang sudah banyak mencuri perhatian pihak lain.

Design kurikulum untuk pelajaran Muatan Lokal juga harusnya jelas dari sisi input, output, dan outcome. Dalam perspektif saya, seandainya orang lokal mau menggeruk potensi lokalnya untuk mencuri perhatian pihak lain seperti Fulan Fevan, maka pelajaran Muatan Lokal lebih berdaya apabila didesign sebagai pelajaran Kapita Selekta. Di dalam pelajaran ini, semua potensi lokal di daerah setempat sesegera mungkin menjadi bahan pelajaran dalam sekian pertemuan di sekolah sehingga peserta didik tidak melulu mempelajari tarian daerah dan latihan masak-memasak yang hampir tidak punya agenda secara berkelanjutan.

Dalam perspektif ini, sepertinya saya masih stay dengan pendekatan budaya untuk memberdayakan lokal, namun tetap mengutamakan pemberdayaan pada peserta didik di sekolahan. Dalam pelajaran Kapita Selekta, perspektif pemberdayaan artinya pendayagunakan daya peserta didik untuk menggali potensi lokal yang menjadi daya di daerah setempat yang segera mencuri perhatian pihak lain. Selain Festivan Fulan Fevan di Belu, peserta didik di Malaka perlu mengambil pelajaran dari Festival Pasola di Sumba dan Caci di Manggarai yang secara berkelanjutan diintegrasikan dengan pariwisata sehingga membuat orang lokal menjadi lebih berdaya.

Di malaka sendiri, potensi lokalnya selain adat lokal, pariwisata, juga bahasa lokal dan lain-lain. Sudah saatnya pelajaran Muatan Lokal didesign sebagai Kapita Selekta untuk secara berkelanjutan menggeruk potensi lokal untuk mencuri perhatian pihak lain. Dengan begitu, orang Malaka tidak hanya merayakan pendidikan lokal sekedar sebagai latihan masak-memasak, tetapi menggali dan mengembangkan potensi lokal agar menjadi lebih berdaya. Akhirnya saya ucapkan selamat merayakan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *