Prabowo dalam Kabinet Jokowi, Titip Salam untuk Cebong dan Kampret

1

Loading


Edisi Redaksi|Penulis: Itok Aman|

Seperti apakah politik di mata kita – masyarakat yang aktif sebagai pengguna media sosial, menonton berita dan talk show juga perdebatan para politikus di televisi? Apakah kita pernah membaca atau mengenang kembali jejak-jejak perjalanan politik para tokoh ini? Pernahkah kita memikirkan hal-hal sederhana lewat perjalanan mereka agar bisa dijadikan sebagai referensi yang reflektif dalam kehidupan kita bermasyarakat yang demokratis dan damai?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana di atas, mari kita lihat secara sederhana bagaimana pergerakan-pergerakan para tokoh politik yang berseteru lewat perdebatan-perdebatan hangat yang memancing emosi (kita) masyarakat yang mereka pertontonkan lewat media selama ini.

Prabowo itu dulunya CAWAPRES pasangan Megawati pada pilpres 2009. Fadli Zon itu juru kampanye Jokowi dan Ahok dengan baju kotak-kotaknya di pilgub DKI 2012. Anies Baswedan itu tim sukses Jokowi-JK juga mantan Menteri Pendidikan. Sebelumnya Anies juga peserta CAPRES versi konvensi Partai Demokrat. Sekarang lengket sama Prabowo dan PKS. Padahal dulu Anies berkali-kali dituding syiah oleh PKS.

SBY itu mantan Menterinya Megawati. Maju CAPRES duet JK didukung Surya Paloh. PILPRES berikutnya giliran JK maju sebagai CAPRES duet Wiranto melawan SBY dan Boediono yg didukung Aburizal Bakrie. Lalu ke mana Aburizal Bakrie? Sekarang berteman sama Prabowo yang dulu kompetitornya di PILPRES 2009 dan lucunya teman dengan Rachmawati yang notabene musuh besar pengusaha dan kelompok militer.

Masih ingat Amien Rais? Ini lebih unik lagi. Menggulingkan Gus Dur sehingga Megawati naik sebagai presiden padahal sebelumnya paling tidak sudi Megawati jadi Presiden. Dia berusaha keras agar Gus Dur jadi Presiden.

PILPRES berikutnya dengan jargon guru dan anak petani melawan SBY dan Prabowo di PILPRES 2004 dan 2009. Sekarang Amien Rais akrab dengan Prabowo di kubu oposisi. Padahal zaman ’98 Amien Rais ini target Letnan Jenderal Prabowo untuk diamankan.

Bagaimana dengan PKS? Semua juga sudah tahu ceritanya. Para kader gila-gilaan black campaign menjatuhkan Prabowo di pilpres 2009 dan pilkada DKI 2012. Lalu sekarang? Berteman akrab sama Gerindra yang selama zaman SBY adalah musuh bebuyutan. Waktu itu PDIP dan Gerindra oposisi, sementara PKS masuk koalisi di satuan gabungan SBY.

Yusuf Kalla pernah memberikan pernyataan di TV bahwa ia tidak setuju jika Jokowi jadi presiden dan meramalkan  kehancuran negeri ini kalau dipimpin oleh Jokowi. Tetapi setelah itu? Anda pun tahu posisi jabatannya. Wakil Presiden, Gaessss…!

Ali muchtar Ngabalin dulu paling berkoar membanggakan Prabowo dan menggilas habis Jokowi dan para pendukungnya. Tapi sekarang jadi staf ahli kepresidenan di era Jokowi.

Siapa lagi ya? Hmm… Sedikit keluar dari konteks politik. Ahmad Dhani. Dulu geger dengan FPI karena masalah lambang agama di cover albumnya, lalu bikin lagu “laskar cinta” untuk menyindir FPI. Dan sekarang? Anda juga tahu pergerakannya. Dan, di mana dia sekarang? Ckckck…

Sekarang lihat Pak Joko Widodo dan Pak Prabowo Subianto. Mengutip ulasan Gabriel Mahal lewat akun facebooknya; “Tidak bisa Pak Prabowo itu jadi lawannya Pak Jokowi. Karena yang buka jalan dan mengantar Pak Jokowi dari Solo ya Pak Prabowo yang bermula dari Pak Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian jadi Presiden RI.

Mestinya Pak Prabowo sejak awal mendukung Pak Jokowi. Tetapi ketika Pak Prabowo jadi lawan Pak Jokowi dalam Pilpres, maka kembali ke narasi semula. Mitra tanding itu hanya untuk menghantar Pak Jokowi jadi Presiden. Model politik 2019 tidak jauh berbeda dari 2014 silam.

Kalau sekarang Pak Prabowo jadi Menteri dalam Kabinet Presiden Jokowi periode ke-2, posisi itu pas dengan narasi semula, yakni mendukung Pak Jokowi sebagai Presiden. Pas sudah!”

Jadi jangan kaget kalau saja, mana tahu, besok-besok Bang Jonru jadi pembela Pak Jokowi. Denny Siregar jadi pembela Pak Prabowo. Nothing is Impossible! Makanya hukum bermain politik itu “if you know the rule of the game, just enjoy playing the game.”

*Sampai di sini, saya mau titip salam dulu buat yang tidak berhenti baku maki: kaum Kampret dan Cebong. Apa kabar kalian? Hahaha…

Dalam alam politik tidak ada kawan sejati, atau musuh abadi. Yang ada cuma kepentingan abadi.

Mari kita, rakyat biasa ini, ingat selalu bahwa politik itu permainan yang dinamis. Maka jangan korbankan kawan, sahabat, saudara hanya karena berbeda pilihan politik. Ambil sikap yang wajar-wajar sajalah.

Yang paling penting, jangan libatkan anak-anak kita dalam urusan pilihan politik. Para kawula dewasa silakan berdebat hebat dengan segala teori tapi biarkan anak-anak itu tumbuh dengan dunianya. Dunia bermain dan bergembira tanpa peduli latar belakang suku, agama, ras dan antar golongan serta pilihan pilkada atau PILPRES bapak-ibunya.

Ayolah, Saudaraku. Jangan wariskan generasi pendendam. Jaga adab bicara ketika mau berkomentar. Siapapun kita ataupun mereka tidak ada yang tahu siapa yang lebih mulia, andai kita tidak suka tetaplah berkomentar dengan sopan, jangan gunakan kata ‘anjing, babi, cebong, kampret’ dan kata sesat lainnya.  Yang saya takutkan adalah kita meninggal dalam keadaan lupa  meminta maaf kepada orang yang telah kita maki dan kita hujat, artinya kita menjadikan diri kita korban  yang merugi di dunia. Berbeda pendapat itu wajar dalam alam demokrasi, yang jadi masalah adalah ketika kita memaksakan kehendak kita dan menjelek-jelekkan yang lain. Ini yang salah!

Intinya siap kalah dan menang tanpa harus menghujat siapapun apalagi hanya sesama rakyat biasa. Sebab dalam tubuh manusia ada organ yang paling peka dan berpengaruh yaitu hati. Jagalah hati masing-masing dan jangan biarkan ia retak.

1 thought on “Prabowo dalam Kabinet Jokowi, Titip Salam untuk Cebong dan Kampret

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *