Rangkuk Alu, Dari Permainan Tradisional Hingga Menjadi Tari Kreasi

0

Anak-anak SDK Sita sedang memainkan permainan Rangkuk Alu. (foto; Claus Gaut)

Loading


Claus Gaut ll Kontributor

Tarian Rangkuk Alu merupakan seni tari yang dikreasikan dari permainan tradisional orang Manggarai, Rangkuk Alu. Rangkuk Alu biasanya dimainkan pada saat panen raya. Orang Manggarai, terutama para pemuda dan pemudi akan memainkannya di halaman kampung pada malam hari saat bulan purnama.

Rangkuk Alu diambil dari Bahasa Manggarai yang terdiri dari dua kata, yaitu ‘rangkuk’ dan ‘alu’. Alu adalah sebatang kayu dengan panjang kurang lebih 2 meter dan digunakan sebagai alat penumbuk padi. Sementara kata ‘rangkuk’ adalah suara atau bunyi irama dari alu yang saling dibenturkan sehingga manghasilkan keharmonisan bunyi dengan nada dan tempo tertentu.

Jenis alu dalam permainan Rangkuk Alu ada dua, yaitu alu alas yang di diletakkan di atas tanah dan alu penjempit. Bunyi benturan antar alu alas dengan alu penjempit, juga antar alu penjempit inilah yang menjadi cikal bakal nama Rangkuk Alu.

Dalam permainan Rangkuk Alu, alu dimainkan dengan cara diayun dan dibenturkan seperti menjepit. Salah satu atau dua ‘ata jékal alu’-pelompat akan melompat-lompat di antara alu untuk menghindari jepitan dari dua alu yang dibenturkan oleh dua orang pemain alu. Jika pelompatnya lebih dari satu orang, maka biasanya mereka akan melompat secara bergantian. Jadi, dalam permaian Rangkuk Alu tradisional ini sekurang-kurangnya dua alu alas yang diletakan di tanah dan dua alu penjempit yang dipegang oleh dua orang pemain alu yang saling berhadapan.

Gerakan dasar berupa kelincahan dan ketepatan ‘ata jékal alu’- para pelompat menghindari jepitan alu yang seakan melakukan gerakan tari, dipadu keharmonisan bunyi irama benturan alu oleh pemain alu adalah titik awal munculnya Tarian Rangkuk Alu. Hal ini terus mendorong adanya ‘proses menjadi’ dari perspektif kreativitas dan inovasi orang Manggarai sendiri, juga orang-orang bukan Manggarai yang mencintai budaya Manggarai.

Tarian Rangkuk Alu adalah sebuah tari kreasi yang masih berpijak pada permainan tradisional Rangkuk Alu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ada sejumlah sentuhan modern, tergantung daya kreativitas dan inovasi sang kreator. Pernyataan bahwa ‘tambal-sulam’ dalam konteks kreativitas dan inovasi tidak dapat dinegasikan.

Dalam perkembangannya, keaslian terpaksa diubah sedikit karena alasan perkembangan zaman. Sesuatu yang lumrah terjadi. Misalnya penggunaan bambu dalam Tarian Rangkuk Alu sebagai pengganti alu. Hal ini dapat diterima sebagai suatu kewajaran, imbas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian, yaitu berkurang bahkan hilangnya proses penggilingan padi secara tradisional dengan alu sebagai alat penumbuk padi dalam keseharian orang Manggarai. Selain karena bambu gampang diperoleh, juga karena bunyi yang dihasilkan bambu yang dibenturkan dinilai lebih nyaring dibandingkan dengan alu.

Jumlah penari dan pemain alu juga bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Namun sekurang-kurangnya 3 orang; 1 penari dan 2 pemain alu. Kelincahan dan ketepatan penari melompat di sela-sela alu menghindari jepitan alu sangat penting untuk diperhatikan. Hal tersebut mengafirmasi bahwa Tarian Rangkuk Alu didominasi oleh gerakan kaki.

Dalam Tarian Rangkuk Alu, iringan musik tradisional Manggarai menjadi sesuatu yang wajib agar cita rasa budaya Manggarai masih merupakan jiwa dari Tarian Rangkuk Alu kontemporer. Iringan suara Gong-Gendang, Mbêtung dan Tinding yang merupakan alat musik pukul yang terbuat dari bambu menjadi cita rasa Manggarai. Lagu-lagu daerah Manggarai tak jarang pula dinyanyikan sebagai pengiring dalam Tarian Rangkuk Alu.

Busana yang dipakai dalam Tarian Rangkuk Alu berupa busana adat Manggarai, bisa juga busana kreasi yang tidak lari jauh dari busana Manggarai. Laki-laki misalnya memakai kain songke, ikat kepala (sapu), selendang songke (destar) dan properti lain yang biasanya dipakai oleh seorang laki-laki Manggarai dalam upacara adat. Sementara untuk perempuan biasanya memakai kain songke, bali-belo atau retu (hiasan kepala), mbéro (baju wanita) dan properti lain yang biasa digunakan oleh seorang wanita Manggarai dalam upacara adat.

Dulu, permainan Rangkuk Alu dibuat pada saat panen raya. Sekarang ini, Tarian Rangkuk Alu bisa ditampilkan di berbagai acara, seperti kegiatan pentas atau festival budaya Manggarai, penyambutan tamu-tamu penting, acara-acara syukuran keagamaan dan acara-acara budaya lainnya, bahkan tak jarang Tarian Rangkuk Alu menjadi salah satu materi yang dilombakan dalam berbagai kegiatan pendidikan dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan menengah.

Upaya pelestarian terhadap nilai-nilai kearifan lokal, seperti dalam Tarian Rangkuk Alu apapun alasannya tetap dalam bingkai mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ada semacam pesan yang mau diwasiatkan dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman. Berikut beberapa pesan yang dimaksudkan leluhur orang Manggarai lewat Tarian Rangkuk Alu.

Pertama, masyarakat Manggarai tempo dulu, yang berada di wilayah kesatuan ‘Waé Mokêln awo, sélat Sapên salé’ sangat kental dengan kultur agrarisnya, sebagian besar hidup dari bercocok tanam. Hal ini tampak dalam: 1) momen permainan Rangkuk Alu dibuat (saat panen raya tiba), 2) penggunaan alu sebagai properti utama dalam permainan Rangkuk Alu.

Kedua, pesan spiritual. Kerja bagi orang Manggarai merupakan bagian dari kehidupan manusia. Manusia selalu dijuluki ‘homo faber’ (makhluk pekerja) yang juga disebut sebagai ‘co-creator Dei’ (rekan sekerja Allah). Berhadapan dengan kebaikan Tuhan pencipta dan pemilik kehidupan tersebut, orang Manggarai diundang untuk tahu mengucap syukur dan menyembah Tuhan.

Permainan Rangkuk Alu sebagai bentuk ungkapan syukur terhadap ‘Mori Jari agu Dédék’-Tuhan Penjadi dan Pencipta atas hasil penen yang mereka peroleh dari kerja mereka. Apa yang mereka peroleh tidak bisa begitu saja dilepaskan dari penyertaan Tuhan yang dipercaya sebagai sumber kehidupan bagi segala yang hidup di bumi Congka Sae ini.

Ketiga, momentum untuk merajut alam kebersamaan dan dimensi selebrasi dari kenyataan sosial-kolektif. Manusia Manggarai adalah ‘man in relation’ atau ‘man in society’. Permainan Rangkuk Alu adalah ajang untuk menyatakan kebersamaan dan kolektivitas.

Keempat, nilai kesehatan. Tarian Rangkuk Alu yang didominasi oleh gerakan kaki bertalian erat dengan kegiatan olah fisik. ‘Mensana in Corporesano’, dalam tubuh yang sehat bersemayam jiwa yang sehat.

Kelincahan dan ketepatan (melompat) dalam Tarian Rangkuk Alu merupakan jembatan yang baik untuk melatih kelincahan dan ketepatan bertindak di semua lini kehidupan, di samping aspek-aspek lain, misalnya, daya juang, keberanian mengambil risiko, dan kesungguhan seperti dalam ungkapan ‘Rai ati, racang rak’ yang dapat secara bebas diterjemahkan sebagai tekad untuk melatih dan mengembangkan seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki manusia.

Kelima, sebagai sarana edukasi. Selain sebagai sarana hiburan Tarian Rangkuk Alu juga berdimensi edukatif. Mereka yang terlibat dalam tarian ini, para penari dan pemain alu, kebanyakan adalah generasi muda Manggarai. Melalui Tarian Rangkuk Alu, mereka diasah dan dilatih untuk memiliki karakter-karakter: kerja sama, disiplin, cerdas, berbudi luhur, tanggung jawab, ketaatan, cinta budaya Manggarai dan kerja keras. Karakter-karakter tersebut diyakini dapat mengantar mereka meraih masa depan yang baik.

Dimensi edukatif Tarian Rangkuk Alu diamini menjadi pintu masuk bagi upaya ‘Baé paté paél taé’-mengenal dan menguasai budaya yang mendasari ‘Ba wéki’-perilaku sebagai manusia yang cerdas dan berbudi luhur dalam beradaptasi dengan perkembangan global.

Dengan memperkenalkan dan mewarisi nilai-nilai budaya Manggarai melalui Tarian Rangkuk Alu, membumi sebuah harapan bahwa generasi muda Manggarai tidak mudah tercerabut dari budayanya sendiri dan berada pada satu titik asumsi bahwa budaya yang datang dari luar itu lebih baik. Harapannya generasi kita meski berpikir global tetapi tetap bertindak lokal.

****

Kontributor ialah pengajar di SDK Sita, Manggarai Timur. Memiliki ketertarikan dalam memodifikasi berbagai media sederhana untuk menjadi alat musik yang indah.





Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *