Rohit Lando: Cerdas atau Idiot?

https:spotify.com

Loading


Oleh: Abel Harapan

Upaya mencapai keuntungan ekonomi dan popularitas semudah membalikkan telapak tangan. Tentu saja ini berkat berkembangnya sistem digital – yang melipat ruang-waktu – membuka ruang kebebasan berkreativitas di dunia digital. Bermodalkan kreativitas memproduksi konten-konten  sensasional sudah cukup mencapai popularitas juga mendulang rupiah. Tentu saja pernyataan ini tidak berlebihan. Sebab telah banyak dibuktikan dengan munculnya selebritas  dadakan  berkat tingkah unik yang mereka lakoni yang tersebar di pelbagai platform media sosial. Konten-konten sensasional seperti itu berpotensi  menjadi sumber pengisi dompet. Dengan  konten seperti itu mereka sukses meraup keuntungan besar.

Tak perlu menyebutkan selebritas di tanah Jawa apalagi di dunia barat sebab mereka akan ter-representasi dalam diri selebritas lokal. Di tanah Nuca Lale rupanya banyak. Sebut  saja selebritas unik, Rohit Lando – bukan Rohit artis Bollywood – yang kini hampir-hampir tak pernah pernah absen di story medsos para penggemarnya. Kini ia memiliki ribuan pengikut di halaman facebook dan tiktok. Ribuan penggemarnya itu ternyata turut membantu ‘mengisi dompet’usangnya. Kini ia mulai memanen hasil dari usahanya. Bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang dilakukan Rohit? Mari kita menafsirkannya lebih jauh.

Rohit pandai menangkap peluang 

Perkiraan saya, Rohit paham benar pola penyebaran informasi di era digital ini. Si Rohit lihai memproduksi konten sensasional yang menarik antensi viewers. Ketika merasa tertarik maka dengan sendirinya mereka yang pernah menonton kontennya menjadi pengikut yang akrab dan setia padanya – menayangkan dan menyebarkan konten-konten yang ia produksi dengan sukarela. Di era digital memang orang menghabiskan banyak waktu ber-asyik-asyikan di media sosial.  Termasuk menghabiskan waktu senggang dengan menyebarkan berbagai bentuk informasi. Kecenderungan inilah yang membuat Rohit viral di media sosial.

Hal ini didukung dengan pola komunikasi 10 to 90 di era digital. Artinya Hanya 10 %  saja yang memproduksi informasi selebihnya 90 % menyebarkan dengan sukarela (mediaindonesia.com, 19/9/2021). Pengikutnya (penggemar) yang suka ‘menjamurkan’ kontennya termasuk dalam 90 % itu. Sementara si Rohit masuk dalam 10 % itu. Rohit membaca gejala ini sebagai peluang emas. Ia cukup menampilkan segala potensi dalam dirinya kepada publik medsos – melakoni skenario yang ia rancang sendiri. Dari bermusik, menyanyi hingga gaya gerakan badan, dan sebagainya – yang terkesan sensasional bagi segelintir orang. Tentu saja ini berfaedah (menghibur) selama tidak tercemari sensasionalisme.

Tampaknya Rohit sendiri juga penggemarnya telah terperangkap dalam lingkaran kebiasaan Charles Duhig; tanda atau petunjuk-ganjaran (reward)-rutinitas.  Kendatipun Charles Duhig dalam The Power of Habbit tidak menyertakan konteks yang berhubungan dengan kehidupan media sosial, hemat penulis, tidaklah salah bila  menggunakan lingkaran kebiasaan ini sebab konten dalam tulisan ini termasuk dalam fenomena sosial yang tidak lepas dari kebiasaan.

Pertama-tama boleh jadi Rohit sendiri mendapat petunjuk atau tanda-tanda di media sosail bahwa kehidupan di dunia maya cenderung menyukai pengecualian (hal-hal aneh, khas, sensasional). Atau boleh jadi, ia ‘membaca’ jejak selebritas lain yang ia temukan di media sosial. Tanda-tanda demikian menjadi inspirasi baginya untuk memproduksi konten. Maka mulailah ia memproduksi konten-konten video semenarik mungkin demi mendapatkan atensi viewers.  Ketika ada segelintir orang yang menayangkan kontenya – bahkan menayangkan satu konten saja – tentu ia akan mendapatkan ganjaran (reward) – bisa jadi ia puas atau bahagia. Reward ini menjadi pendorong untuk memproduksi semakin banyak konten  (produktivitas si Rohit berbanding lurus dengan banyaknya viewers). Ketika kedua proses ini dilakukan secara berulang maka terbentuklah sebuah rutinitas – rutinitas melakukan siaran langsung di facebook (lihat saja notifikasi facebook yang  terus menggoda Anda: Rohit Lando sedang melakukan siaran langsung) atau mem-posting konten sensasional di pelbagai platform media sosial miliknya. Penggemar Rohit tentu mengamini pernyataan ini. Pada akhirnya ketika ketiga proses itu dilakukan secara siklis maka dengan sendirinya terbentuklah sebuah kebiasaan.

Para penggemar Rohit bisa jadi mendapatkan peunjuk (tanda-tanda) dari platform media sosial atau dari cerita teman. Lalu dengan alasan terhibur mereka mulai setia menayangkan juga menyebarkan konten-konten Rohit. Terhibur itulah ganjaran (reward) yang diperoleh pengikut/penggemarnya. Karena terhibur, para fans menjadi mengidam konten-kontennya. Pada giliranya menayangkan dan menyebarkan konten Rohit menjadi rutinitas penggemar. Ketiga siklus proses itu lama kelamaan dilakukan secara siklis hingga terbentuklah kebiasaan. Betapapun penggemarnya memperoleh keuntungan secara psikologis akan tetapi disadari atau tidak sebenarnya secara ekonomi pengikutnya telah dirugikan. Sebab di dalam ruang digital tidak ada yang gratis. – facebook mode gratis pun tidak benar-benar gratis. Pembaca tentu paham benar maksud perkataan ini. Sebaliknya  Rohit diuntungkan secara ekonomi juga secara psikologi. Rohit pandai mengkomodifikasi penggemarnya menjadi sumber penghasilan!

Sebagai efek samping dari banyaknya tayangan atas konten-kontennya, Rohit tentu mendapatkan upah dari hasil tayangan itu. Lagi-lagi Rohit mendapatkan suplai energi untuk semakin banyak memproduksi konten-konten sensasional, aneh, menarik atau lucu. Maka sampailah ia pada tujuan (telos) idamannya – mendulang rupiah (produktivitas Rohit berbanding lurus dengan reward yang diperoleh).  Betapapun demikian, Rohit  perlu menyadari bahwa jangan sampai ia terbiasa mengeksploitasi dirinya sendiri dengan memproduksi konten yang lebay (berlebihan) dan sensaional. Kalau tidak keberatan kurangi mem-posting konten lebay. Sebab kalau tidak ia akan terjebak dalam lingkaran kebiasaan buruk itu.

Stoisisme dan sikap bodoh amat Rohit

Dalam sebuah video singkat si Rohit menyanyikan sebuah lagu Bodo Amat – yang ia ciptakan sendiri (?). Entah apa maksudnya. Saya sendiri menafsirkanya sebagai pernyataan sikap kepada mereka yang mencemoohnya. Pelaku konten sensasional memang rentan mendapatkan cibiran. Bila Anda menyaksikan kontennya, akan ada dua kemungkinan ekspresi yang terjadi; kening mengerut atau mulut menganga dengan gelak tawa – terhibur karena tingkahnya. Ada yang menarik, Rohit mungkin saja tak pernah membaca isi buku  Sebuah Seni Bersikap Masa Bodoh Amat. Namun ia mampu bersikap bodoh amat terhadap mereka yang mencibirnya – tampak jelas dari komentar-komentar sarkastis yang  bisa Anda baca di kolom komentar. Lagi-lagi Rohit mungkin saja belum pernah menengok isi buku Filosofi Teras (Stoisisme). Disadari atau tidak ia mendasari stoisisme – dikotomi kendali – dalam menanggapi opini orang lain. Soal opini orang lain yang mencemooh dirinya, ia tak gubris pun tak mematahkan semangatnya. Ia mampu mengendalikan emosi dengan baik. Opini orang tentangnya memang di luar kendalinya.  Yang paling penting baginya ialah konsistensi mengejar tujuan (telos) – mendapatkan banyak  viewers – mendulang segudang rupiah.

34 thoughts on “Rohit Lando: Cerdas atau Idiot?

  1. Tulisan yang sangat menarik minat pembaca. Deskripsi yg luar biasa, namun banyak juga yg gagal paham dgn kata2 ilmuan yg ditulis. Bagi saya, buka hanya isi dri tulisan namun cara penulis mendeskripsikan Si Bang Rohit ini.
    Good Writer.

    1. Terima kasih responya kaka. Penulis sndiri mengakui kekurangan dlm tulisan ini. Bila tda keberatan, kaka tunjukkan kesalahan istilah2 yg kurang tepat penggunaanya😇
      Ini mnjdi pelajaran utk sya ke depannya.

  2. Terima kasih banyak atas ulasannya menariknya tentang Rohit Lando. Isinya bernas, jika tanpa melihat judulnya. Namun, isinya itu melenceng dari pertanyaan yang ada pada judul.
    Ketika judul memuat pertanyaan, bukankah isinya mengandung jawaban atas pertanyaan itu?
    Ketika membaca judulnya, dalam benak saya sudah ada gambaran jawabannya:
    1. Ada penjelasan tentang dikotomi antara idiot dan cerdas
    2. Analisis tentang Rohit Lando dalam dikotomi kedua itu

    Analisis itu yang akan menjawab pertanyaan di judul.
    Tabe.

    1. Penulis sendiri tidak menyatakan Rohit Cerdas/Idiot secara implisit. Ada beberapa kalimat yg menyiratkan jawaban atas pertanyaan pda judul. Sekiranya pembaca dpt menyimpulkan sendiri jawabannya.

      Terima kasih atas kritikan n masukkanya kaka😇🙏

      1. Setelah saya membaca ulasan ini,
        Judulnya memantik saya untuk segera membaca isinya. Saking penasaran. Sialnya, penasaran saya itu tidak ada solusinya. Saya tidak menemukan isi tulisan itu seperti apa yang tertera di judul. Meskipun penulis sudah mengatakan di kolom komentar bahwa jawaban atas judul tersebut akan terjawab setelah menyelami isinya. Atau penulis menyampaikan secara implisit. Kalau memang demikian, oaling kurang dalam ulasan isi penulis tetap mengulas sedikit bagian dsri judul tersebut. Judul dan isi masih boomerang. Sial, saya benar-benar gagal menyelami isi tulisan ini.
        Tabe Ite

    2. Tulisannya sangat bagus, penjelasan tentang om Rohit, tetapi kekurangannya adalah penulis tidak menjawabi judul dgn baik🙏🙏
      Dan kurangi kata2 ilmiah yg sulit dimengerti, kran yg membaca tdiak semua mengerti ttg tulisan ini

      1. *Bacalah dgn cermat lalu simpulkan. Niscaya kaka akan menemukan jawaban atas pertanyaan pda judul tulisan sya. *bukankah dgn menemukan term ilmiah sprti itu dpt menambah wawasan. Toh tinggal cari sja artinya.

  3. Tulisan ini sangat Bernas dan mampu menarik minat pembaca, tapi sayannya isi berita tidak menjelaskan secara eksplisit soal pertanyaan tentang bodoh Dan cerdas sesuai dengan judul berita, spekat dengan komentar sebelumnya, bahwa judul berita mempertentangkan antara bodoh & cerdas, tapi isi berita tidak menerangkan kedua kata sifat tersebut. Kalau soal ulasan yang menerangkan tentang sosok rohit lando, Satu Kara brilliant sekali tulisan nya.

  4. Thanks katenavsuda relate dengan salah satu ajaran filsuf, Stoicism. Keren juga bagaiman peran stocism dalam era digital yang mampu meningkatkan popularitas.

  5. Sedih rasanya membaca JUDUL tulisan ini. Sangat merendahkan. Kita terlalu sibuk merendahkan orang lain, sampai lupa bahwa diri kita sendiri mungkin tidak cukup baik.

    1. Jangan kejebak sama judulnya kaka. Cermat isi tulisan sya. Sya tda sama sekali mengatakan RL Idiot. Justeru sebaliknya. Ia cerdas. Sekiranya kaka mampu menarik kesimpulan dri keseluruhan isi tlisan sya.

      1. Sdhlah, tidak perlu semurahan ini “menelanjangi” orang dgn tulisan. Tidak jelas. Kamu mau buat analitik-teoritis tapi dgn fakta2 yg keliru semuanya. Saya bkan orang yg paling tau tntang Rohit Lando. Tapi dengan mengawali tulisan dgn kata “menurut perkiraan”, itu juga mngartika ketidaktahuan tntang sseorang. Kau riset? Atau asumsi? Tidak jelas. Nol.
        Sy mention di akhir2 tlisan, “rohit memang tak pernah baca buku.. bla…bla…” … Heiiii. Sudah wawancara mndalam k?
        Sejauh ini “menurut perkiraan saya” sudah dua orang penulis dari tabe ite, yg tidak kompeten dlm mnulis.

  6. Judulnya kurang etis diksi “idiot ” indikasi idiot bisa dilihat dari keseluruhan kehidupan dr RL baru dapat di tarik kesimpulan.
    Sama halnya dengan aktor komedian yang berlaga idiot dalam seni peran yang semata-mata hanyalah fiktif belaka misalkan roman atkinson/mister bean apakah penulis mampu manarik kesimpulan roman atkinson sebagai idiot ????

  7. cerdas atau idiot,,,sudah jelas terbaca pada ulasan singkat tentang rohit lando.orang yang suka membaca dan mencermati tulisan,pasti dapat menarik kesimpulan,tanpa harus ada kata CERDAS atau IDIOT dalam ulasan singkat ini.
    buat penulis.anda luar biasa.

    1. Terima kasih kaka. Yapss, tepat skli.
      Saya memang sengaja mengimplisitkan jawaban pertanyaan pda judul dlm tubuh tulisan ini.

  8. Rohit lando sengaja menciptakan sensasi2, jdi kalau mempertanyakan dia idiot atau cerdas sy rasa salah? Tu kan konten setingan! Yah disengaja

  9. awsome!!
    menukik dan reflektif…
    setidaknya saya paham tulisan saudara secara exsplisit mengapresiasi rohit lando dengan “gimmick marketing” meperontonkan “idiot” dengan “cerdas” pun sebaliknya yang patut di acung jempol.
    sekian n trims..
    mohon maaf sekian dan bodo amat..

    1. Tulisan yang sangat bagus. Judulnya berupa sebuah pertanyaan: Rohit Lando: Cerdas atau Idiot? Dari tulisan di atas tergambar secara implisit Penulis menilai Rohit sangat cerdas karena bisa memanfaatkan peluang dgn membuat konten yang mendatangkan banyak Viewers, sehingga ada sumber baru utk pundi Om Rohit.

  10. Tulisan sangat menarik utk di baca. Hampir scara kslurhan tulisanya mjwabkan isi dari judulnya,di balik caranya yg idiot dia bisa menciptkan peluang,ini baru namanya jaman Milinieal.ttp smngt utk menulis😘

  11. Terlalu pleonastis. Seolah2 konten dri Rohit Lando satu-satunya pengeruk ekonomi warga dalam jaringan yg menonton lucu-lucuan Rohit Lando.

  12. Atau mngkin saudari Abel adalah pendengung dri artis papan atas yg bnyak digandrungi oleh netizen (termasuk org manggarai), yg merasa kalah saing dengan Rohit Lando?? Pengandaiannya begini, tarolah, Abel dibayar Raffi Ahmad, atau Lucinta Luna yg notabene hidupnya juga “didanai” netizen? Artis papan atas itu merasa terusik dg kehadiran Rohit Lando, dan kemudian mereka meminta penulis terbaik di Indonesia saudari Abel untuk menulis tentang akibat buruk menonton Rohit Lando( Abel menulis kerugian ekonomi) di media setara kompas, Tabeite.

    1. Hihihi. Anda terlalu larut dlm spekulasi Anda sendiri ttg tulisan sya. Spekulasi Anda trllu jauh. Sya menulis apa adanya ko..
      Toh sya terangkan di paragraf ke-2 bahwa semua selebritas itu akan ter-representasi dlm diri rohit. Pola mereka memanfaatkan netizen itu sama semua. Sya berusaha utk menyadarkan netizen yg suka asl share sja yg pada gilirannya lebih banyak menguntungkan selebritas selebritas itu.

  13. Atau mngkin saudari Abel adalah pendengung dri artis papan atas yg bnyak digandrungi oleh netizen (termasuk org manggarai), yg merasa kalah saing dengan Rohit Lando?? Pengandaiannya begini, tarolah, Abel dibayar Raffi Ahmad, atau Lucinta Luna yg notabene hidupnya juga “didanai” netizen. Artis papan atas itu merasa terusik dg kehadiran Rohit Lando, dan kemudian mereka meminta penulis terbaik di Indonesia saudari Abel untuk menulis tentang akibat buruk menonton Rohit Lando( Abel menulis kerugian ekonomi) di media setara kompas, Tabeite.
    (Revisi)

    1. Oo iya..Akan lebih bijak klau Anda menampilkan identitas Anda. Jgn ‘menopeng’kan identitas Anda ketika mengkritisi apa pun itu.

  14. Judul yang bisa merendahkan martabat orang lain,, Tanpa disadari kita juga para pembaca konten seperti ini akan memberikan pundi” rupiah kepada Jurnalis yang mengeluarkan tulisan ini.., Sama halnya Jilat ludah sendiri untuk jurnalisnya

  15. Setelah saya membaca ulasan ini,
    Judulnya memantik saya untuk segera membaca isinya. Saking penasaran. Sialnya, penasaran saya itu tidak ada solusinya. Saya tidak menemukan isi tulisan itu seperti apa yang tertera di judul. Meskipun penulis sudah mengatakan di kolom komentar bahwa jawaban atas judul tersebut akan terjawab setelah menyelami isinya. Atau penulis menyampaikan secara implisit. Kalau memang demikian, oaling kurang dalam ulasan isi penulis tetap mengulas sedikit bagian dsri judul tersebut. Judul dan isi masih boomerang. Sial, saya benar-benar gagal menyelami isi tulisan ini.
    Tabe Ite

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *