Sekolah dan Pemimpinnya

Dokpri Alfred Tuname
Alfred Tuname I Kontributor
“When i say i miss school, i mean my friends and the fun. Not the school”. Itu satu ungkapan ketika seseorang terlepas dari lingkungan sekolah. Ungkapan itu biasanya menginisiasi acara temu alumni atau reuni sekolah. Di sana ada kerinduan para alumnus untuk bernostalgia, mengurai kenangan yang penuh komedi pun tragedi.
Yang pasti, sekolah sudah membentuk masa depan sang alumni. Mereka kembali, memang, bukan untuk sekolah tetapi untuk semua yang diberikan sekolah. Di sana ada pengetahuan, keterampilan dan karakter. Sekolah membentuk manusia, dunia menerimanya.
Soal sekolah, berarti ada soal kepemimpinan. Alumni tak pernah kembali tanpa kepemimpinan sekolah yang baik; siswa tak pernah berprestasi tanpa kepemimpinan sekolah yang kreatif. Penggeraknya adalah seorang kepala sekolah.
Leonardus Jafar, S.Pd, menulis secara baik pengalamannya ketika ia menjabat sebagai kepala sekolah. Sejak tahun 2015, ia menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAN 1 Elar, Manggarai Timur (Matim). Pikiran dan kerjanya ia catat dalam bukunya yang berjudul “Sekolahku Masa Depanku: Potret Kepemimpinan Kepala Sekolah (Penerbit Amerta Media, 2021). Pikirannya menarik, kerjanya rigid, tetapi dijalani dengan senang (pleasurable).
Terbukti, di sela-sela kesibukannya, sang kepala sekolah masih ada kesempatan menerbitkan buku dan menulis berbagai karya literasi. Menulis dan menerbitkan buku itu tidak gampang. Menguras waktu sekaligus menuntut pertanggungjawaban. Buku itu refleksi diri. Di situ, ada pikiran dan karakter yang tersirat.
Maka tak ada salahnya apabila publik memberikan apresiasi kepada kepala sekolah yang giat menulis dan menerbitkan buku ini. Dengan buku, ada kisah yang menginspirasi; ada ide yang mencerahkan; ada pikiran yang bisa didiskusikan. Dengan karya buku, pendidik tidak saja mengajar siswa-siswi, tetapi juga mengajak setiap orang untuk memerhatikan dunia pendidikan.
Sebagai pendidik, Leonardus Jafar sudah melakukan itu, dan semoga terus bergiat dalam dunia buku dan literasi. Korelasi antara buku dan literasi itu rapat dan linear. Buku itu dasar literasi. Tak ada literasi tanpa buku. Karena literasi itu menyulut pemahaman pada keadaban dan kemajuan, maka buku akan menciptakan generasi yang beradab dan maju.
Dengan menulis buku, sebagai kepala sekolah, Leonardus Jafar telah mengambil peran seorang pendidik. Tentu, selain sebagai pendidik, seorang kepala sekolah juga memiliki peran sebagai pemimpin, manajer, administrator dan motivator. Semua peran itu penting, dan mesti sama-sama menonjol. Orkestrasi peran yang baik akan berujung pada mutu sekolah yang unggul. Maka tak heran, pada masa kepemiminan Kepsek Leonardus Jafar, simponi kejuaran akademik dan non-akademik laris manis diraih oleh siswa-siswi SMAN 1 Elar (tercatat dalam buku “Sekolahku Masa Depanku”).
Selain Kepala Sekolah SMAN 1 Elar itu, masih banyak “Kepsek” di Manggarai Timur yang ikut “menjuarai” hati dan pikiran publik. Mereka adalah para Kepsek yang selalu bergairah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Dengan bakat dan keutamaannya masing-masing, para Kepsek mendorong guru dan para siswa-siswi-nya untuk terus berprestasi: akademik dan non-akademik.
Di antaranya, yang mungkin kita kenal, ada Frumensius Hemat, S.Fil (Kepsek SMAN 6 Kota Komba), Agustinus Galvan Daroly, S.Si (Kepsek SMKN 1 Borong), Konstantinus Everson Rada, S,Psi (Kepsek SMAN 3 Borong), Alria Mes, S. Pd (Kepsek SMK Tiara Nusa-Borong), Siprianus Nahur, S. Pd (Kepsek SMAN 2 Borong) dan Romo Hermen Sanusi, Pr (Kepsek SMAK Pancasila Borong). Masih banyak Kepsek hebat yang tak tersebut namanya, mereka semua telah berjuang demi generasi Matim yang berprestasi.
Itulah Kepsek kita, mengutip Georg Brandes, the person upon whom the schoolboys’ attention centred was, of course! ~ Kepsek hebat bukan hanya lantaran disegani oleh para guru dan murid, tetapi lantaran tenaga dan pikirannya difokuskan pada mutu dan kesejahteraan guru, dan memperhatikan masa depan generasi. Rumusnya, generasi berprestasi lahir dari tatahan hebat dari pendidik yang bermutu.
Nah, ketika generasi berprestasi itu “pulang” (:reuni) ke sekolah, bukan hanya kesenangan dan teman-temannya yang diingat, tetapi juga ada tatapan guru dan senyum Kepsek yang mereka rindukan. Setidaknya, pikiran dan tangan guru sudah membentuk karakter mereka, dan kini biarlah tatapan dan senyum pendidik itu sekali lagi membuat mereka terus berharap untuk masa depan yang lebih baik.
Akhirnya, profisiat atas karya baiknya, Pak Leo. Teruslah mendidik generasi dengan literasi (:buku). Menulis, menulis dan terus menulis, biar ada gelombang rambat pada para pendidik lain di Matim ini. Semoga!