Tolong! Jangan SALAH Membawa Iman dalam Masalah Covid-19
Nando Sengkang|Redaksi
Bro and Bray. Gius-gais… Terutama pembaca tabeite.com, love you banyak-banyak. Eh salah, so much.
Ehem! Saatnya serius, karena ini masalah serius! Global tabeite Lovers!
Kalian sering kan lihat status di dunia maya—akhir-akhir ini, banyak yang unggah, Firman Tuhan untuk menjadi senjata melawan Covid-19. Itu sesuatu yang mulia dan amat baik. Bahkan, pintu Surga terbuka lebar untuk kalian yang pernah melakukannya.
Namun, beberapa saya temukan juga status yang berlawanan dengan anjuran pemerintah, bahkan anjuran para pemimpin Gereja dengan dalil iman. Mereka membawa-bawa iman—walau iman sebenarnya tidak bisa dibawa—untuk melawan anjuran tersebut. Katakan saja dalilnya begini, “Lebih baik mana, percaya pada Yang Maha Kuasa atau anjuran pemerintah?” Lainnya, “Kami lebih percaya Tuhan daripada pemerintah” ada juga, “Kuasa Tuhan lebih dari segalanya, jadi untuk apa takut virus buatan manusia!” kira-kira begitu tafsiran singkat dari puluhan status yang saya temukan.
Dalam konteks Manggarai, langkah pertama Mgr Siprianus Hormat untuk ‘menutup’ sementara Gereja menuai beberapa (tidak semua) kritikan. Beberapa saya temukan lagi-lagi dengan dalil iman, “Kuasa Tuhan lebih dari segalanya, kenapa harus takut?” Lainnya bisa temukan sendiri.
Gius-gais, Tabeite Lovers yang sudah serius membacanya, mending putar kopi dulu—biar nikmat nan santuy—karena kita akan masuk lebih serius. Biar fokus dan rileks. Lanjut? Lanjut!
Iman dan Perbuatan
Dua kata ini, “iman dan perbuatan”, sejak abad 16 hingga 21 (saat ini), masih dalam proses perdebatan. Singkatnya hanya seputar “mana yang mendatangkan keselamatan? Iman atau perbuatan?” Jawaban sangat jelas, “Iman tanpa perbuatan adalah mati,” kata Yakobus. Jadi, dalam kehidupan sosial kedua kata itu saling melengkapi—tidak bisa berdiri sendiri. Iman dikenal melalui perbuatan; perbuatan adalah buah dari iman. Intinya, saling melengkapi. Bagai pinang dibelah dua tabeite Lovers….
Implementasi
Setelah melihat dua kata yang tak bisa dipisahkan itu. Lalu apa implementasi dalam hidup sehari-hari? Ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pertama, iman adalah sesuatu yang harus dihayati—dipegang teguh sampai mati. Kedua, setelah dihayati, iman harus dijalankan dalam hidup sehari-hari. Tanpa dipraktikkan, kita jatuh pada penghayatan iman yang salah—sering kali radikal. Intoleran. Ketiga, dalam menjalani iman dalam perbuatan, kita harus memahami konteks masalah. Di sini titik perhatiannya yaitu sebaiknya sebelum ‘memamerkan’ iman di Dunia Maya atau agar terlihat sok suci, pahami dulu konteks masalahnya. Agar tidak ngawur atau campur baur dalam menyampaikannya.
Iman dan Covid-19
Gaeesss….Di sini kita bicara dalam konteks masalah Covid-19, oke? Simaklah dengan saksama. Pertama, kita jelas beriman—pada Yesus Kristus, misalnya. Kedua, dengan iman itu kita jelas berdoa kepada Tuhan agar masalah Covid-19 cepat berlalu. Ketiga, setelah berdoa, tentu kita akan melakukan sesuatu sebagai wujud dari iman dan perbuatan. Keempat, tindakan kita jelas tindakan nyata. Misalnya, menganjurkan pola hidup sehat, mengingatkan sesama untuk tidak keluar rumah, membagikan informasi terkini Covid-19 yang valid dan reliabel serta bukan berita hoaks. Kelima, tindakan itu jelas bermanfaat. Namun, tak hanya itu, ada juga tindakan yang lebih besar lagi demi kebaikan bersama. Inilah anjuran pemerintah dan pemimpin Gereja (Paus). Anjuran itu sebagai buah dari iman yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya rasa tulisan ini berhenti sampai di sini. Selanjutnya? Silakan kita mulai berefleksi.
Gius-gais….Dan Tabeite Lovers yang sudah membacanya, mari kita sama-sama melawan Covid-19, dengan iman dan perbuatan.
“Demikianlah Sabda kehidupan ini”—syukur kepada Allah lewat tabeite.com.