Usailah Sudah EURO, Mete, dan Judi yang Begitu Mesra

sang juara (sumber foto: Google)

Loading


Nando Sengkang|Redaksi

Usailah sudah EURO 2020 yang digelar pada 2021. Stadion Wembley Arena menjadi saksi bisu saat Italia keluar sebagai juara mengalahkan Inggris, negara tempat stadion tersebut berdiri. Bonucci dan timnya pantas untuk juara. Gaya permainan modern, sentuhan satu-dua yang begitu cepat, dan jantung permainan tengah serta pertahanan yang solid membuat anak asuh Roberto Manchini bermain seperti menari. Sungguh indah.

Saat lawan terlena dan mata penonton tersihir oleh gaya permainan indah itu, pasukan Gili Azzurri menusuk begitu cepat dari tengah Verratti atau sayap Ciesha, satu-dua sentuhan, begitu cepat, dan tiba-tiba terhenti oleh tiupan wasit dan sorak-sorai penonton, “Goooooool”.

Italia pantas untuk juara. Bagi kaks-kaks atau diks-diks, Opa-oma, Om-tante yang belum terima atas kekalahan Inggris—mirip penyesalan Bakayo Saka yang menendang seperti ikut Turnamen Paskah di Paroki Waerana—sudahlah tidak perlu banyak protes lagi. Italia memang pantas keluar sebagai juara. Final di Wembley adalah bukti nyata pertunjukan permainan indah sang juara. Trofi Henri Delaunay akhirnya mendarat di tanah Roma. Football is coming home yang ramai diteriaki pendukung Inggris berubah menjadi Football is Coming to Rome.

Selain menutup EURO, kemenangan Italia juga menutup mete yang begitu panjang. Mete itu begadang dalam Indobagi yang non-Manggarai. Mete juga akrab dengan julukan “Kelelawar” bagi yang suka hidup pada tengah malam, lalu ganggu-ganggu orang dengan kata-kata sok anak puitis, pengagum bintang pada malam yang dingin. Lueeekkkk tu’ung e. Apalagi rayuan anak tengah malam itu ditaburi dengan emoticon love-love, warna merah kartu harten. Kata Enu Sefi—penyiar Radio Manggarai, itu “emoticon mual-mual, e Nana”, julukan yang ia berikan pada emoticon love, dengan irama denyut-denyut jika hanya kirim satu.

Tidak hanya mete, UERO kali ini mesra dengan satu sahabat yang lain, yaitu judi. Mereka ibarat tiga serangkai yang begitu mesra: Nonton UERO, sekaligus Mete darijam 23.00 sampai tembus jam 02-04.00, dan ditopang oleh rupiah-rupiah judi untuk beli rokok besok pagi. Tiga serangkai ini begitu mesra, layaknya pacaran segitiga tanpa rasa cemburu.

Tiga serangkai itu begitu mesra. Sebab, nonton bola kebanyakan memakan waktu dari malam sampai dini hari yang ditandai oleh kokokan ayam Santo Petrus. Otomatis mete akan bertahan dengan kopi Mama Tua di dapur untuk persiapan ke kebun besok pagi. Saat pagi, terjadilah ledakan bom dari dalam mulut Mama Tua. Kopi dalam toples telah habis sebelum klimaks pagi hari.

Selain kopi untuk daya tahan mete nonton EURO, penyemangat utama empat sehat-lima sempurna adalah uang judi. Tanpa judi, nonton bola dan mete hanyalah aktivitas mengundang anemia, sebuah jenis penyakit kekurangan darah. Jika darah sudah berkurang, kau tau to Nach. Kita seperti ayam pedaging Bapa Tua di dalam kandang: murung dan suka mengantuk.

Tentunya tidak semua dari kita nonton EURO selalu mete dan judi. Ada yang menonton pertandingan bola pada jam-jam tertentu dan tidak sampai tengah malam. Mungkin mereka lebih mementingkan energi yang prima saat kerja besok pagi. Ada juga yang gila bola, mereka menonton demi memuaskan hobi pribadi. Tanpa adanya pundi-pundi rupiah judi, mereka sudah terlalu bahagia. Pertandingan pada jam-jam keramat pun mereka siap mete ditopangi kopi. Semua itu dilakukan demi membuat dirinya sendiri bahagia. Hal ini membenarkan sebuah untaian kata-kata bijak: Yang membuatmu bahagia adalah kamu sendiri; sebab di luar itu hanyalah bayang-bayang semata. Ciahh.

Judi memang memberikan euforia tersendiri saat nonton bola. Mete, nonton bola,judi adalah paket lengkap nan penuh sukacita. Euforia itu akan menggila saat tim yang Anda dukung keluar sebagai pemenang. Ketika Donnarumma (Italia) menepis penalti Saka (Inggris) untuk memastikan kemenangan Italia di partai Final EURO, ia berjalan santai sambil menunduk. Ekspresinya tetap tenang dan dingin, tanpa selebrasi.

Berbeda dengan Donnarumma dalam waktu bersamaan, para pemenang judi melompat seperti tupai tak tahu cara turun. Selebrasi melebihi ekspektasi. Bahkan kehebohan itu lebih dari pemain Italia dan Ultras (pendukung fanatik Italia) di seantero Roma. Itulah euforia.

Judi memang seperti itu, apalagi saat mete untuk nonton bola. Saya sendiri tidak terlalu mempersoalkannya, walaupun tidak setuju akan kegiatan itu lantaran belum mempunyai penghasilan sendiri. Toh, itu semua karena hobi demi kebahagiaan diri sendiri. Apalagi uang judi itu adalah hasil keringat sendiri, uang gaji sendiri. Terserah para penjudi saja.

Akan tetapi, yang menjadi masalahnya adalah kala judi menjadi penyebab keributan dalam rumah tangga. Uang untuk membiayai sekolah anak dipakai untuk berjudi. Beras, garam, dan segala penghuni dapur akan habis, uang malah dipakai untuk berjudi. Judi terus menjerit, hutang pun semakin melilit. Terjadilah baku hantam suami istri, karena judi. Anak menangis, minta dibelikan susu. Adoh mama sayang e.

Lebih parah lagi anak sekolah, mahasiswa yang menjadi maha-nya para siswa (tuhan kecil para siswa), menggunakan uang kiriman orang tua dari kampung untuk berjudi. Di kampung Bapa Mama Tua susah payah ke kebun. Terik mata hari nan panas, seperti membakar semua tubuh di siang bolong, mereka tahanan sepenuh hati. Itu semua demi mendapatkan uang untuk anak yang sekolah di Tanah Jawa, yang terlihat gaul dan keren itu. Lantas setelah mendapatkan uang dari kampung, uang itu kemudian digunakan untuk beli minum, hura-hura, hingga berjudi agar terlihat gaul. Tah Nana, waras ko toe, e?

****

Berbicara tentang judi tak akan mencapai kalimat akhir, lebih baik skipp saja, biar aman. Oh ya, kembali lagi tentang Donnarumma yang menepis penalti Saka, euforia kebahagiaan meledak setelah itu. Apalagi saat Georgi Chiellini mengangkat Trofi Henri Delaunay, tanda Italia telah juara EURO 2020.

Sayangnya, bagi saya penggila bola, kemenangan Italia atas Inggris berwajah ganda. Di satu sisi, larut dalam euforia kemenangan Italia, karena mereka pantas juara dengan tontonan permainan indah. Sedangkan di sisi lain, kemenangan Italia akhirnya menutup perjalanan EURO 2020 yang demikian panjang. Begitupula mete yang saya lakukan selama ini.

Semua pengakhiran itu membuat saya juga mengakhiri tulisan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *