Penggemar Nurhadi-Aldo Mana Paham Imus Rebok

0

Loading


Pemilu yang nyaris bikin pilu massa rakyat tercinta di bumi pertiwi ini telah usai. Cebong dan Kampret masih membekas di telinga dan hati kita. Tidak luput dari itu, pasangan Capres fiktif Nurhadi-Aldo juga tetap bikin heboh. Yang teriak-teriak golput pun diam-diam menghilang.

Pertanyaannya; antara Cebong, Kampret, Golputer dan Penggemar Nurhadi-Aldo, Anda berada di posisi mana? Ah, sudahlah. Itu hal privasi. Toh, kita masih saja bisa bertamu di rumah siapa saja entah itu tetangga, keluarga, kenalan, maupun sahabat kita, sambil menunggu keputusan KPU atas hasil penghitungan suara sah soal siapa Pasangan Capres yang bakal memimpin Indonesia lima tahun ke depan dan siapa saja Caleg yang lolos ke kursi empuk ke Gedung Parlemen periode 2019-2024 sembari mengintai media daring yang memberitakan tingkah lucu Caleg yang gagal.

Nah, pernahkah Anda bertamu ke rumah teman Anda yang beda pilihan serta pandangan politik dengan Anda? Misalkan saja Anda sedang asyik duduk di ruang tamu, kemudian Anda tiba-tiba mendengar suara bunyi gesekan piring atau gelas dari dapur, dengan penuh percaya diri Anda ramah dengan siapa pelaku utama terjadinya gesekan perabotan di dapur itu.

“Eh, tidak usah sibuk, Kak. Saya baru saja minum kopi di rumah sebelah.” Sahut Anda penuh percaya diri dengan senyum paling sumringah.

“TidakNana. Saya mau cuci piring. Kebetulan kami baru saja habis makan siang sebelum Nana datang. Nana terlambat sedikit saja tadi.” Jawab seseorang dari dapur yang tidak kalah ramah dari Anda.

Bagaimana perasaan Anda? Bagaimana, saudara-saudara? Anda yang dengan sangat yakin bahwa bunyi gesekan piring dan gelas itu bertujuan menyuguhkan hidangan untuk Anda, semisal kopi Manggarai asli dengan rebok satu piring ? Kalau Anda pernah rasakan dahsyatnya dihantam perasaan malu karena peristiwa itu, maka malang nian nasib Anda.

Ngomong-ngomong, Anda tahu apa itu rebok? Kalau Anda adalah pendukung Nurhadi-Aldo dari luar Manggarai, Flores, belum tentu Anda tahu apa itu rebok. Rebok itu salah satu panganan khas dari Manggarai. Rebok ada dua jenis yaitu Rebok Latung yang bahan dasar pembuatannya adalah jagung yang dipanggang dulu kemudian ditumbuk untuk proses penghalusannya, lalu ditaburkan sedikit gula pasir untuk pemanisnya. Dan, Rebok Dea yang bahan dasar pembuatannya adalah beras.

Cara pembuatan Rebok Latung dan Rebok Dea hampir mirip. Bedanya, untuk pembuatan Rebok Dea, Anda perlu gilingkan berasnya terlebih dahulu sampai menjadi tepung, kemudian tambahkan dengan air perasan dari kunyit yang sudah Anda parut lalu dicampur ke dalam tepung beras tadi hingga merata dan setelahnya sila dipanggang. Jangan salah paham! Panggang bukan seperti memanggang daging ayam atau daging-daging lainnya. Tetapi panggang yang dimaksud adalah goreng tanpa minyak. Paham? Ups, maaf! Emosional penulis agak kurang stabil.

Konon orang-orang Manggarai membawa rebok ini keluar daerah seperti saat berkunjung atau merantau ke daerah di luar Flores, rebok acap kali disangka sebagai makanan burung. Kurang ajar! Mereka tidak tahu sensasi saat makan sepiring rebok dengan segelas kopi tumbuk Manggarai asli.

Saat Anda makan rebok, cerita pengalaman memalukan namun mampu mengundang tawa macam saat Anda bertamu ke rumah orang seperti di atas tadi, tolong jangan diceritakan. Sebab aturan makan rebok tidak boleh tertawa selama satu sendok rebok sedang berlabuh di rongga mulut Anda. Kecuali kalau Anda sudah menelannya ke perut Anda yang ‘ehm‘ itu. Hanya ada satu cara mengekspresikan kebahagiaan atau kelucuan saat Anda makan rebok yaitu senyum simpul. Di Manggarai lebih dikenal dengan imus rebok. Senyum yang bisa Anda praktikkan hanya dengan menutup mulut dengan tujuan untuk membungkus sesendok rebok yang sedang Anda kunyah. Karena bila saja Anda buka mulut maka selamatlah siapa saja yang sedang duduk di hadapan Anda. Rebok akan berhamburan ke wajahnya. Oleh sebab itu, saat Anda makan rebok perkurangkan untuk buka mulut lebar-lebar. Sampai di sini, di hadapan rebok tidak berlaku pernyataan “tertawalah sebelum tertawa itu dilarang!” Tetapi “tertawalah selama Anda tidak makan rebok!”

Orang Manggarai saat makan rebok juga memiliki kebiasaan yang menarik, satu piring rebok disediakan lebih dari satu sendok untuk bisa dimakan bersama. Kecuali kalau Anda diam-diam makan sendiri. Biasanya sepiring rebok bisa dimakan paling banyak enam orang. Atau bisa juga dua piring untuk enam orang. Atau terserah Anda saja, tergantung bagaimana Anda mengatur yang baiknya. Intinya sepiring rebok biasanya bisa untuk makan bersama. Maka kalau ada yang bilang “di hadapan bokep, lawan (politik) bisa bersatu.” Tetapi di Manggarai; “Di hadapan sepiring rebok, Cebong dan Kampret bisa bersatu”.

Walaupun Anda dilarang tertawa saat makan rebok, akan tetapi rebok juga sangat ampuh menjadi jembatan persaudaraan. Hanya saja ada satu dua manusia yang jahil sengaja berguyon atau menceritakan sesuatu yang lucu agar memancing orang lain tertawa. Dan, pada kesempatan makan rebok, anehnya, ada-ada saja cerita atau tingkah lucu yang bisa menghasilkan tawa. Pokoknya ada-ada saja.

Pada zaman dahulu kala di Manggarai, rebok biasanya panganan yang disuguhkan oleh seorang menantu (istri) kepada mertuanya. Lantas rebok dibuat melalui proses penghalusan maka sangat cocok dimakan oleh orang-orang yang ompong. Lansia, misalnya. Walaupun begitu, kembali lagi ke proses pembuatan rebok yang tidak mudah dan menghabiskan waktu yang berjam-jam. Sehingga kalau seseorang bisa membuat rebok dengan baik maka usahanya patut diapresiasi. Dan, dari situlah mengapa rebok mempunyai sensasi yang kuat untuk memperat persaudaraan dan kekeluargaan lantaran orang Manggarai pada umunya paham bagaimana lelahnya mengolah jagung dan beras hingga menjadi rebok sehingga mereka sangat menghargai orang yang membuat makanan khas itu. Karena mempunyai daya tarik tersendiri untuk mempererat tali persaudaraan, rebok sampai saat ini disuguhkan kepada siapa saja.

Berbahagialah Anda yang pernah disuguhkan rebok!

Sudahkah Anda minum kopi tumbuk dari Manggarai ditemani sepiring rebok hari ini?

Penulis : Itok Aman |Pemuda tamfan, penulis buku puisi
Viabel Nostrum| Aktif di Komunitas Sastra Hujan Ruteng dan Komunitas StandUp Indo Jakarta Utara |

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *